Oleh : Agil Nanggala, NIM 1504128
Mahasiswa Departemen Pendidikan
Kewarganegaraan UPI
Pancasila merupakan ideologi bangsa
Indonesia, hal tersebut sudah final dan tidak perlu diperdebatkan lagi,
pancasila tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia, hal
tersebut merupakan sebuah kenyataan karena pancasila dapat dibilang sebagai
intisari kebudayaan Indonesia, nilai-nilai yang ada dalam pancasila murni
merupakan nilai luhur bangsa Indonesia yang perlu kita rawat dan kita
aplikasikan bersama dalam kehidupan kita, supaya bisa mewujudkan masyarakat
Indonesia yang berkeadilan secara sosial. Fenomena hari ini banyak
kelompok-kelompok tertentu yang ingin mengganti ideologi kita pancasila, dengan
beberapa alasan seperti, pancasila gagal dalam membawa kesejahteraan bagi
masyarakat Indonesia, pancasila bertentantangan dengan agama dan yang lainnya.
Proses perumusan pancasila tidaklah
semudah yang kita bayangkan, tetapi perlu berbagai pertimbangan, argumentasi
dan perenungan, sehingga kata pancasila bisa mufakat atau final diberbagai
kalangan, baik kalangan nasionalis, agamis dan yang lainnya. Menurut Yudi Latif
(2017, hlm 24) dijelaskan bahwa:
Ujung kompromi bermuara pada alinea
terakhir yang mengandung rumusan dasar Negara berdasarkan prinisip-prinisip
pancasila. Islam tidak dijadikan dasar Negara (dan agama Negara), tetapi
terjadi perubahan dalam tata urut pancasila dari susunan yang dikemukakan
soekarno pada 1 Juni. Prinsip “Ketuhanan” dipindahkan dari sila terakhir ke
sila pertama, ditambah dengan kalimat, “dengan kewajiban menjalankan syari’at
islam bagi pemeluk-pemeluknya”(kemudian dikenal dengan istilah “tujuh kata”).
Pada tanggal 18 Agustus 1945 tujuh kata tersebut dicoret lantas diganti dengan
kata-kata “Yang Maha Esa”. Sehingga selengkapnya menjadi “Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
Dapat kita simpulkan pertama kali
setelah melihat uraian singkat di atas, bahwa pancasila merupakan hasil
kesepakatan bersama antara para pendiri bangsa, dan merupakan warisan dari para
pendahulu kita semuanya. Berbicara mengenai nilai religiusitas dalam pancasila
tentu tidak lepas dari nilai-nilai ketuhanan, atau perilaku masyarakat
Indonesia, yang percaya akan Tuhannya, percaya akan agamanya, sehingga dapat
kita simpulkan bahwa masyarakat Indonesia bukanlah masyarakat yang sekuler,
tetapi masyarakat yang menganut agama atau kepercayaan tertentu, yang
masyarakatnya bebas menjalankan ibadahnya sesuai peraturan yang berlaku.
berdasarkan Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2000, secara resmi Indonesia
mengakui enam agama yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Budha,
Hindu, dan Khonghucu. Hal tersebut merupakan penguatan terhadap pasal Pasal 28E
ayat (1) tentang kebebasan memeluk agama, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang
berbunyi:
Setiap orang bebas memeluk agama
dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara
dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Pancasila tidaklah bertentangan
dengan agama, dan tidak pula menyesatkan bangsa Indonesia karena pancasila
merupakan sebuah jembatan dasar yang mengantarkan bangsa Indonesia menuju
bangsa yang besar, luhur, serta dapat mewujudkan keadilan sosial bagi semua
masyarakatnya, hal tersebut menjadi perjalanan abadi bangsa Indonesia, supaya
masyarakatnya dapat berkehidupan secara
layak dan mampu berusaha mewujudkan setiap impiannya, maka dari itulah
Indonesia tetap ada dalam pencaturan masyarakat dunia. Pancasila syarat akan
nilai-nilai keagamaan, hal tersebut tidaklah luput dari sila yang menjadi inti
bagi sila lainnya, yaitu sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Menurut Yudi Latif
(2017, hlm 110) dijelaskan bahwa:
Ketuhanan dalam kerangka pancasila
mencerminkan komitmen etis bangsa Indonesia yang menyelenggarakan kehidupan
publik-politik yang berlandaskan nilai-nilai moralitas dan budi pekerti yang luhur. Menurut penjelasan
tentang Undang-Undang Dasar 1945, disebut
0 comments: