Oleh
Dudih Sutrisman*
Sejak
SMP kita sudah dikenalkan dengan beragam kegiatan di luar jam pelajaran sekolah
yang tergabung dengan nama ekstrakurikuler atau sering kita sebut sebagai
ekskul dan di SMP juga kita sudah mengenal apa itu yang disebut OSIS. Sebagai
organisasi yang menaungi seluruh aspirasi yang ada di sekolah, orang-orang yang
aktif di OSIS ataupun ekskul seringkali dipandang sebagai “pejabat” yang punya banyak kesibukan. Nah,
akibat dari kesibukan yang mereka alami, seringkali orang dalam hal ini siswa
yang tidak aktif dalam organisasi memiliki pandangan bahwa mereka pasti
nilainya merosot, waktu yang dimiliki pun banyak tersita sehingga mereka
dianggap “kuper” akibat jarangnya mereka bermain dengan rekan sebayanya. Tapi
siapa sangka justru anggapan mereka kebanyakan meleset dan tidak sesuai dengan
realitanya, orang yang aktif di dunia organisasi justru malah memiliki
kemampuan intelegensi yang melebihi orang yang pasif. Kenapa hal itu bisa
terjadi?
Memang
diakui bahwa orang yang aktif di organisasi memang lebih banyak memiliki
kesibukan disbanding yang pasif tapi bukan berarti bahwa nilai akademik mereka
dibawah yang pasif dan juga tidak bisa disebutkan bahwa mereka adalah orang
“kuper” sebab mereka telah terasah softskill-nya. Lalu apa itu softskill? Dalam
bukunya Making College Count, Patrick
S. O’Brien mengkategorikan 7 area yang disebut Winning Characterictics (Karakter Pemenang), yaitu, Communication Skill, Organization Skills,
Leadership, Logic, Effort, Group Skills, dan ethics. Kemampuan nonteknis
yang tidak terlihat wujudnya (intangible)
namun sangat diperlukan itu, disebut soft skill. (Dasim Budimansyah, 2011:34)
Dari
pernyataan diatas mari kita telaah satu persatu Communication Skills adalah kemampuan seseorang untuk berkomunikasi
secara luwes dengan lingkungannya, Organization
Skills adalah kemampuan berorganisasi dalam hal ini seorang pemenang adalah
orang yang mampu memanajemen dirinya dalam berbagai hal dan komunitasnya, Leadership adalah jiwa kepemimpinan
dimana orang tersebut adalah pemimpin untuk dirinya dan orang lain, dia mampu
memimpin orang lain untuk dapat bersama-sama mencapai tujuan yang telah
disepakati bersama sebelumnya, Logic adalah
bahwa seseorang memiliki pola pemikiran yang logis, tidak mengada-ada, dalam
hal ini bahwa orang tersebut mampu berpikir secara sistematis, terperinci
sehingga tidak akan bertindak gegabah dalam perilaku kesehariannya, Effort diartikan sebagai Usaha, sebab
dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan, orang harus berusaha dengan gigih
menghadapi beragam rintangan yang muncul,
Group Skills ialah kemampuan bekerjasama dengan orang lain dalam satu grup
sehingga dapat dipastikan orang yang memiliki kemampuan ini akan mampu
menciptakan suatu tim yang solid, dan Ethics
yang berarti Etika, dalam hal ini seseorang yang beretika dalam sikap dan
perilakunya akan disebut sebagai pemenang sebab orang yang demikian akan mampu
mendapat kepercayaan dari orang lain. Keseluruhan aspek yang disebutkan O’Brien
itu saling berhubungan satu sama lain tidak terpisahkan. Lalu darimana kita
bisa memperoleh sifat para pemenang itu? Di dalam kegiatan belajar
persekolahankah?
Dunia
pendidikan umumnya lebih banyak menekankan pada pengembangan kemampuan akademik
yang bisa disebut sebagai Hardskill atau kemampuan keras. Pengembangan
kemampuan akademik siswa ini lebih banyak dijejali dengan beragam teori dengan
tidak memberikan pengaplikasian yang nyata kepada siswanya sehingga akan
menghasilkan siswa yang memiliki pikiran yang cenderung sempit, sebab siswa
tidak dapat menghubungkan antara teori yang mereka dapat dengan dunia nyata
yang akan mereka petik hasilnya sendiri.
Lalu
darimana kita bisa mendapatkan softskill itu? Jawabannya adalah di Organisasi
yang ada di sekolah seperti OSIS atau Ekstrakurikuler. Keberadaan organisasi
ini sangat penting bagi perkembangan peserta didik, sebab di OSIS peserta didik
akan dilatih menjadi seorang pemimpin dan organisatoris yang mampu memiliki
kemampuan komunikasi yang baik dan kemampuan berpikir secara kritis dan logis
terhadap keadaan sekelilingnya sebab mereka dituntut untuk peka pada berbagai
permasalahan. Peserta didik yang aktif dalam organisasi pun akan mampu
memajemen diri, utamanya dalam masalah waktu sebab selain mereka memang sibuk
dengan beragam kegiatannya, mereka harus mampu membagi waktunya untuk beragam
kepentingan lain seperti urusan sekolah dan urusan keluarga atau urusan
pribadinya. Sebab tidak ada peserta didik yang mau nilainya turun, apapun
alasannya termasuk para peserta didik yang aktif berorganisasi itulah mengapa
mereka pun tetap memiliki prestasi di sekolahnya bahkan tak jarang mereka malah
menorehkan tinta emas di saat-saat akhir mereka di dunia sekolah (lulus) sebab
mereka mampu membagi waktunya secara efisien dibanding peserta didik yang
pasif. Berbeda dengan OSIS yang lebih banyak memberikan penekanan pada
penanaman kepemimpinan, di ekstrakurikuler, mereka di latih kemampuan
berdasarkan minat dan bakatnya sehingga bakat mereka akan lebih terasah
sehingga mereka dapat memberikan prestasi yang membanggakan.
Peserta
didik yang pasif memang bukan berarti memiliki kemampuan akademik rendah, namun
mereka selama sekolah tidak dilatih untuk menghadapi beragam kemungkinan yang
akan mereka hadapi di kemudian hari, sehingga mereka dimanja oleh banyaknya
waktu luang yang mereka dapatkan membuat mereka terlena untuk selalu bersikap
santai yang tanpa disadari mereka mulai tidak memperhatikan pentingnya waktu.
Imbasnya, mereka merosot dalam hal akademiknya akibat gaya hidup mereka
sendiri. Padahal idealnya orang yang memiliki banyak waktu luang seharusnya
mampu mencetak prestasi akademik yang melebihi peserta didik yang sibuk dan
waktunya lebih banyak tersita. Namun kenyataan ternyata berbicara lain, peserta
didik yang tidak aktif di organisasi ternyata tidak lebih baik daripada peserta
didik yang aktif. Hal tersebut pun berlaku di dunia kampus (perkuliahan)
Efek
yang akan didapatkan pun akan dirasakan saat peserta didik aktif tersebut lulus
dari satuan pendidikannya, baik itu yang melanjutkan ke perguruan tinggi
ataupun mereka yang memutuskan untuk terjun ke dunia kerja, sebab dunia kampus
yang super padat dengan beragam aktivitasnya tidak akan membuat kaget orang
yang dahulunya aktif berorganisasi sebab mereka sudah terbiasa dengan segala
hal yang bersifat padat, malah banyak diantara mereka yang kemudian malah
kembali menjadi aktivis kampus yang aktif di beragam organisasi kemahasiswaan.
Begitupun yang terjun ke dunia kerja, dengan softskill yang mereka dapatkan
dari organisasi yang pernah mereka ikuti sebelumnya, mereka tidak asing lagi
dengan dunia yang menuntut tim kerja yang solid serta menuntut mereka untuk
berkomunikasi yang baik dengan beragam kalangan.
Anggapan
yang ada tentang buruknya prestasi peserta didik yang yang aktif berorganisasi
dengan sendirinya terbantahkan, sebab manfaat dari kegiatan berorganisasi
sebagai sarana melatih softskill itu sangat penting untuk masa depan yang
bersangkutan sebagaimana hasil penelitian NACE (National Association of Colleges and Employers) pada tahun 2005
yang menyebutkan bahwa pengguna tenaga kerja pada umumnya membutuhkan keahlian
kerja berupa 82% softskill dan 18% hardskill. (Dasim Budimansyah, 2011:34).
Dari
penjelasan dan data diatas dapat disimpulkan bahwa melatih softskill sangatlah
penting, memang manfaatnya tidak akan langsung dirasakan namun dimasa yang akan
datang, hal itu akan sangat membantu. Namun perlu diingat, hardskill atau
kemampuan akademik pun jangan diremehkan. Keduanya harus berjalan beriringan,
sebab keduanya saling keterkaitan. Oleh sebab itu para peserta didik dan
mahasiswa disarankan untuk mengikuti kegiatan organisasi minimalnya yang ada di
lingkungan pendidikannya, maksimalnya di luar lingkungannya dengan cakupan
teritorial tertentu. Mindset yang menyepelekan arti pentingnya aktif di
organisasi harus kita ubah sebab softskill akan kita dapatkan di kala kita
aktif dalam kegiatan berorganisasi. Dukungan dari lembaga pendidikan dan
aparaturnya pun haruslah berimbang antara pemenuhan kebutuhan akan hardskill
dengan softskill, jangan hanya menitikberatkan pada pengembangan hardskill
semata dan menyepelekan softskill.
*Penulis, Ketua/Direktur UPP HMCH
0 comments: