Saturday, December 1, 2012

PENTINGNYA MENGASAH SOFTSKILL


Oleh Dudih Sutrisman*


            Sejak SMP kita sudah dikenalkan dengan beragam kegiatan di luar jam pelajaran sekolah yang tergabung dengan nama ekstrakurikuler atau sering kita sebut sebagai ekskul dan di SMP juga kita sudah mengenal apa itu yang disebut OSIS. Sebagai organisasi yang menaungi seluruh aspirasi yang ada di sekolah, orang-orang yang aktif di OSIS ataupun ekskul seringkali dipandang sebagai “pejabat” yang punya banyak kesibukan. Nah, akibat dari kesibukan yang mereka alami, seringkali orang dalam hal ini siswa yang tidak aktif dalam organisasi memiliki pandangan bahwa mereka pasti nilainya merosot, waktu yang dimiliki pun banyak tersita sehingga mereka dianggap “kuper” akibat jarangnya mereka bermain dengan rekan sebayanya. Tapi siapa sangka justru anggapan mereka kebanyakan meleset dan tidak sesuai dengan realitanya, orang yang aktif di dunia organisasi justru malah memiliki kemampuan intelegensi yang melebihi orang yang pasif. Kenapa hal itu bisa terjadi?
            Memang diakui bahwa orang yang aktif di organisasi memang lebih banyak memiliki kesibukan disbanding yang pasif tapi bukan berarti bahwa nilai akademik mereka dibawah yang pasif dan juga tidak bisa disebutkan bahwa mereka adalah orang “kuper” sebab mereka telah terasah softskill-nya. Lalu apa itu softskill? Dalam bukunya Making College Count, Patrick S. O’Brien mengkategorikan 7 area yang disebut Winning Characterictics (Karakter Pemenang), yaitu, Communication Skill, Organization Skills, Leadership, Logic, Effort, Group Skills, dan ethics. Kemampuan nonteknis yang tidak terlihat wujudnya (intangible) namun sangat diperlukan itu, disebut soft skill. (Dasim Budimansyah, 2011:34)
            Dari pernyataan diatas mari kita telaah satu persatu Communication Skills adalah kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara luwes dengan lingkungannya, Organization Skills adalah kemampuan berorganisasi dalam hal ini seorang pemenang adalah orang yang mampu memanajemen dirinya dalam berbagai hal dan komunitasnya, Leadership adalah jiwa kepemimpinan dimana orang tersebut adalah pemimpin untuk dirinya dan orang lain, dia mampu memimpin orang lain untuk dapat bersama-sama mencapai tujuan yang telah disepakati bersama sebelumnya, Logic adalah bahwa seseorang memiliki pola pemikiran yang logis, tidak mengada-ada, dalam hal ini bahwa orang tersebut mampu berpikir secara sistematis, terperinci sehingga tidak akan bertindak gegabah dalam perilaku kesehariannya, Effort diartikan sebagai Usaha, sebab dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan, orang harus berusaha dengan gigih menghadapi beragam rintangan yang muncul, Group Skills ialah kemampuan bekerjasama dengan orang lain dalam satu grup sehingga dapat dipastikan orang yang memiliki kemampuan ini akan mampu menciptakan suatu tim yang solid, dan Ethics yang berarti Etika, dalam hal ini seseorang yang beretika dalam sikap dan perilakunya akan disebut sebagai pemenang sebab orang yang demikian akan mampu mendapat kepercayaan dari orang lain. Keseluruhan aspek yang disebutkan O’Brien itu saling berhubungan satu sama lain tidak terpisahkan. Lalu darimana kita bisa memperoleh sifat para pemenang itu? Di dalam kegiatan belajar persekolahankah?
            Dunia pendidikan umumnya lebih banyak menekankan pada pengembangan kemampuan akademik yang bisa disebut sebagai Hardskill atau kemampuan keras. Pengembangan kemampuan akademik siswa ini lebih banyak dijejali dengan beragam teori dengan tidak memberikan pengaplikasian yang nyata kepada siswanya sehingga akan menghasilkan siswa yang memiliki pikiran yang cenderung sempit, sebab siswa tidak dapat menghubungkan antara teori yang mereka dapat dengan dunia nyata yang akan mereka petik hasilnya sendiri.
            Lalu darimana kita bisa mendapatkan softskill itu? Jawabannya adalah di Organisasi yang ada di sekolah seperti OSIS atau Ekstrakurikuler. Keberadaan organisasi ini sangat penting bagi perkembangan peserta didik, sebab di OSIS peserta didik akan dilatih menjadi seorang pemimpin dan organisatoris yang mampu memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan kemampuan berpikir secara kritis dan logis terhadap keadaan sekelilingnya sebab mereka dituntut untuk peka pada berbagai permasalahan. Peserta didik yang aktif dalam organisasi pun akan mampu memajemen diri, utamanya dalam masalah waktu sebab selain mereka memang sibuk dengan beragam kegiatannya, mereka harus mampu membagi waktunya untuk beragam kepentingan lain seperti urusan sekolah dan urusan keluarga atau urusan pribadinya. Sebab tidak ada peserta didik yang mau nilainya turun, apapun alasannya termasuk para peserta didik yang aktif berorganisasi itulah mengapa mereka pun tetap memiliki prestasi di sekolahnya bahkan tak jarang mereka malah menorehkan tinta emas di saat-saat akhir mereka di dunia sekolah (lulus) sebab mereka mampu membagi waktunya secara efisien dibanding peserta didik yang pasif. Berbeda dengan OSIS yang lebih banyak memberikan penekanan pada penanaman kepemimpinan, di ekstrakurikuler, mereka di latih kemampuan berdasarkan minat dan bakatnya sehingga bakat mereka akan lebih terasah sehingga mereka dapat memberikan prestasi yang membanggakan.
            Peserta didik yang pasif memang bukan berarti memiliki kemampuan akademik rendah, namun mereka selama sekolah tidak dilatih untuk menghadapi beragam kemungkinan yang akan mereka hadapi di kemudian hari, sehingga mereka dimanja oleh banyaknya waktu luang yang mereka dapatkan membuat mereka terlena untuk selalu bersikap santai yang tanpa disadari mereka mulai tidak memperhatikan pentingnya waktu. Imbasnya, mereka merosot dalam hal akademiknya akibat gaya hidup mereka sendiri. Padahal idealnya orang yang memiliki banyak waktu luang seharusnya mampu mencetak prestasi akademik yang melebihi peserta didik yang sibuk dan waktunya lebih banyak tersita. Namun kenyataan ternyata berbicara lain, peserta didik yang tidak aktif di organisasi ternyata tidak lebih baik daripada peserta didik yang aktif. Hal tersebut pun berlaku di dunia kampus (perkuliahan)
            Efek yang akan didapatkan pun akan dirasakan saat peserta didik aktif tersebut lulus dari satuan pendidikannya, baik itu yang melanjutkan ke perguruan tinggi ataupun mereka yang memutuskan untuk terjun ke dunia kerja, sebab dunia kampus yang super padat dengan beragam aktivitasnya tidak akan membuat kaget orang yang dahulunya aktif berorganisasi sebab mereka sudah terbiasa dengan segala hal yang bersifat padat, malah banyak diantara mereka yang kemudian malah kembali menjadi aktivis kampus yang aktif di beragam organisasi kemahasiswaan. Begitupun yang terjun ke dunia kerja, dengan softskill yang mereka dapatkan dari organisasi yang pernah mereka ikuti sebelumnya, mereka tidak asing lagi dengan dunia yang menuntut tim kerja yang solid serta menuntut mereka untuk berkomunikasi yang baik dengan beragam kalangan.
            Anggapan yang ada tentang buruknya prestasi peserta didik yang yang aktif berorganisasi dengan sendirinya terbantahkan, sebab manfaat dari kegiatan berorganisasi sebagai sarana melatih softskill itu sangat penting untuk masa depan yang bersangkutan sebagaimana hasil penelitian NACE (National Association of Colleges and Employers) pada tahun 2005 yang menyebutkan bahwa pengguna tenaga kerja pada umumnya membutuhkan keahlian kerja berupa 82% softskill dan 18% hardskill. (Dasim Budimansyah, 2011:34).
            Dari penjelasan dan data diatas dapat disimpulkan bahwa melatih softskill sangatlah penting, memang manfaatnya tidak akan langsung dirasakan namun dimasa yang akan datang, hal itu akan sangat membantu. Namun perlu diingat, hardskill atau kemampuan akademik pun jangan diremehkan. Keduanya harus berjalan beriringan, sebab keduanya saling keterkaitan. Oleh sebab itu para peserta didik dan mahasiswa disarankan untuk mengikuti kegiatan organisasi minimalnya yang ada di lingkungan pendidikannya, maksimalnya di luar lingkungannya dengan cakupan teritorial tertentu. Mindset yang menyepelekan arti pentingnya aktif di organisasi harus kita ubah sebab softskill akan kita dapatkan di kala kita aktif dalam kegiatan berorganisasi. Dukungan dari lembaga pendidikan dan aparaturnya pun haruslah berimbang antara pemenuhan kebutuhan akan hardskill dengan softskill, jangan hanya menitikberatkan pada pengembangan hardskill semata dan menyepelekan softskill.

*Penulis, Ketua/Direktur UPP HMCH

Previous Post
Next Post

Unit Pers dan Penerbitan HMCH adalah salah satu unit khusus dalam intern Himpunan Mahasiswa Civics Hukum Jurusan Pendidikan Kewaganegaraan FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia yang bergerak di bidang jurnalistik

0 comments: