Saturday, October 14, 2023

NAUNGAN FATAMORGANA

 

                


NAUNGAN FATAMORGANA

Ditulis oleh Lutfil Hakim

   Usia hampir mendekati kepala tiga namun status lajang masih bernaung dalam hidupku. Si Emak yg tak pernah bosan menggerutu soal status Jomlo1. Terlebih ketika event² keluarga, telingaku tak henti - hentinya tersiksa oleh kalimat durjana, suram, sindiran alam atau apapun itu namanya.

    "Ilham udah nikah belum, enak lho nikah itu?". Begitulah  kalimat yang mereka ucap dengan kalimat yang sama, bak pedagang kolak di pasar ngabuburit. Ku hanya mengelus dada sembari membalas "matamu enak, istri satu saja sombong?. Mereka tak berkutik ketika ku bertanya " kerja dimana, gaji berapa, kenapa gak jualan lemonilo aja?".

                                                                          ***

     Hari - hari adalah menulis sastra, seperti prosa , puisi, dan cerpen di kamar. Sisanya kuhabiskan bergadang untuk berdagang, (jan salah baca lho yaa..) TERLALU!!, kata Kang Sule ketika menirukan Bang Haji Rhoma. Aku berjualan di pinggir jalan , yaa kali di tengah jalan, itu bukan cari uang namanya tapi cari mati. Apakah di trotoar??? , tentu tidak, "DOOOSA....." karena itu mencuri hak pejalan kaki baik manusia, hewan bahkan makhluk tak kasat mata pun punyak hak untuk bergetayangan di trotoar.

(Makhluk astral di trotoar, kalo di tengah jalan mahkluk aspal :v candaa yee)

Angkringanku berada di pinggir pantura  sekitaran Pekalongan yang biasa tempat parkir truk - truk besar. Disini pula aku selalu mendapatkan ide untuk bahan tulisan, yang biasa kubagikan instagram. Sunset³ indah di kala senja, rintikan hujan dengan iringan panduan suara katak atau sunyinya malam kadang memanggilku untuk dibuatkan puisi. Hanya tuhan saja yang belum memanggilku.

                                                                        ***

  

 

Bisnis kecil ini merupakan nyawa bagi ekonomi keluarga kami, berawal dari ayah yang merantau dari Boyolali. Hanya berbekal resep keluarga. Bisnis jatuh bangun terus ditekuni hingga seperti WARTEG, walaupun begitu, bapak tetap ingin mempertahankan nama ANGKRINGAN sekalipun itu menjadi restoran bintang lima. (kalo restoran kaki lima, bisa lha yaa...). Kini Angkringan itu telah memiliki sebuah warung, 3 gerobak di depanya, serta memiliki 8 karyawan. Setelah lulus SMP ku langsung membantu si Emak menjalankan bisnis ini karena bapak telah tiada. Aku otomatis mewarisi usaha ini karena anak satu - satunya. Hal seperti inilah yang ku syukuri, disaat orang pusing mencari loker aku sudah kerja (pake orang dalem versi halal) hingga bikin loker.

                                                                ***

Setiap sore , sembari menyambut sejuknya angin laut tiba, ku mulai membuka angkringan. Ada hal lain selain itu, yakni menunggu wanita yang selalu ku rindukan tiap senjanya, dia biasanya duduk di halte tepat di seberang angkringanku. Namun ku tak tahu siapa dia atau dari mana dia. Pertama bertemu saat ku membeli gulungan tisu untuk keperluan angkringan di toko klontong sebelah halte. Ketika ku hendak keluar dari toko, tanpa tanda peluit atau terompet sangkakala, hanya klakson telolet om yang berbunyi dari truk mabuk oleng. Wanita itu datang dengan tiba - tiba bak undangan pernikahan mantan untuk kedua kalinya. Aku dan dia pun bertabrakan di depan pintu toko. Lantas kami mengambil barang yang jatuh dan saling bertatapan ala sinetron - sinetron alay..........(ouh gak lah, amit - amit jabang bayi !!!). Aku membiarkanya ia mengambil gulungan - gulungan tisu yang berserakan dan menyerahkanya padaku. Begitu ku melihatnya...ouuh wajahnya dia bak widadari turun dari kahyangan. Saat itulah aku menyesal, ingin rasanya menjatuhkan gulungan tisu itu sekali lagi agar bisa mengambil bersamanya... :v. Dilarang nelan ludah sendiri kecuali penulis. Wajah sawo matang tanpa bekas minyak pertalite di setiap sudut mukanya yang biasa dipakai cewek zaman now, tidak heran jika sekarang sudah langka dan mahal. Wajahnya natural namun bening dengan taik lalatnya di pipi kirinya, walau ukuranya sebesar taik kadal. Hal itu membuatku lupa bernafas selama sekian detik.

"maaf ya mas , saya buru - buru" katanya sambil menyerahkan gulungan tisu

"Ouh gapapa mbak, makasih". Sebuah momen kecil dimana aku merasakan hidup kembali dari cintaku yang yang mati suri ditinggal rabi⁴.

                                                         ***

Kemeja putih celana hitam bahan dipadu hijab yang menyelimuti mahkotanya tampak jelas dari kejauhan. Kadang aku berpura - pura  mengikat  batu dengan tali banner 5 [2]angkringan hanya untuk memandang wanita itu dari kejauhan, atau bila kurang puas, ku membeli sembarang barang di toko klontong dekat halte itu. Mungkin anda menyebutnya "ngintip" atau semacamnya, tapi aku lebih suka menyebutnya "observasi" 6. Napa? protes?...ok lanjut

"Di kala senja , cahaya sunset menyilauakanku sesaat", kalimat yang menggambarkan keadaan saat itu. Sajak demi sajak kutulis dari ide yang mengalir deras dan hanyut dalam coretan diksi berkat mataku yang usil. Angan - angan terus menghantui dalam alam bawah sadar. Hati berharap dia berlangganan di angringanku demi mengobati rasa penasaran terhadap 5W 1H tentangnya hingga menumbuhkan ikatan, mencabut status jomlo beserta akar - akarnya yang masih nyaman berinang dalam hidupku. Tentu ku takkan lagi mendengar suara tuntutan si emak terkait statusku. Namun logika mengatakan bahwa diriku sudah gila "bisa - bisanya jatuh cinta terhadap orang yang baru dilihatnya" bak membangun jembatan tanpa sungai.

"Hei kenapa toh modar - mandir kayak kincir angin belanda", kata si Emak terheran - heran karena sikapku.

 "Gapapa ini cuma benerin tali mak, mau lepas nih, balasku dengan sedikit terkejut.

Berharap ibuku tak tahu apa yang ku lakukan selama ini karena ku enggan membicarakanya dulu. Aku berusaha mencari informasi tentang wanita itu, karena bagiku dia cukup misterius karena wanita itu tak jarang mengenakan gamis seperti ukhti - ukhti, malah mengenakan seragam hanya sesekali kulihat. Namun ku tak tahu harus bagaimana.

                                                                   ***     

  "Sedia payung sebelum hujan", salah satu adagium7 yang sering kita dengar ketika musim penghujan, musim favorit para pencandu rindu, penghangat di kala sendu. Banyak hal kutulis dan tak bosan ku melakukanya apalagi menjadi pluviophiles8 merupakan keberuntungan tersendiri bagiku sebagai penikmat sastra. Banyak ide yang muncul karenanya. Seperti diriku yang tak bosan memandang bidadari halte itu.

Aku bagaikan agen rahasia CIA ( cinta itu aneh ) di penghujung gelapnya dunia, ketika matahari terbenam maka selesai sudah tugasku sebagai mata - mata

Biarpun Hujan rintik - rintik mengantarkan kerinduan bagi sebagian orang tapi beda cerita jika hujan itu lebat membawa angin barat, dianggap bencana dan musimbah namun itu tak berlaku [3]bagiku, justru itu kesempatan untukku. Itu digambarkan saat ku mengambil payung untuknya menuju ke halte.

Mbak e jangan panik" teriakku dengan sedikit panik karena halte itu banyak sekali pohon yang bergoyang di sekitarnya. Namun sebuah angkot telah lebih dulu menghampirinya

"Iya mas tapi aku dah mau naik angkot" balasnya dengan teriakan.

Entah kenapa hari ini ia naik angkot. Padahal ia lebih sering naik Abang Ojol, mungkin tergesa - gesa karena cuaca atau bagaimana. Di trotoar antara dua jalan aku hanya momplong menganga, seakan mulutku siap menampung seluruh air hujan yang turun. Sebelum ia masuk angkot, ia sempat memberiku dadah seperti anak kecil yang hendak pergi pada orang tuanya. Setelahnya aku membalas dengan senyum sumringah. Hari dimana aku hampir mendapat kartu As namun hoki9 belum pada waktunya, karena sebelumnya ku telah membuang kes[4]empatan di toko klontong. Mungkinkah alam telah mengisyaratkan padaku bahwa dia bukan pelabuhan belahan jiwaku...???. Setelah kejadian itu, momen konyol di hari berikutnya pun muncul.

                                                        ***

Dia menoleh ke arahku, aku pun memberanikan diri untuk menyapanya dengan " dadah " namun setinggi tulang rusuk. Akan dianggap tukang parkir jika setinggi di atas kepala. Dia hanya terseyum pakem dan menunduk. Aku sangat malu dan kembali masuk tanpa lagi memedulikanya lagi. Mungkin orang gila yang yang biasa berkeliaran disini sedikit ada waras - warasnya ketimbang aku.

Hari berikutnya aku kembali melakukanya, dia pun membalasnya dengan melakukan serupa seperti yang kulakulan, bersamaan senyumanya yang manis bagaikan sinden yang nembang tembung jawa macapat10 Balasanya cukup berbeda dari hari kemarin, dia begitu ceria hari ini. Wajah luguku dengan refleks11 mringis - mringis seperti ada tomcat di telapak kakiku. Sebuah ide cermelang pun muncul, aku memberi bahasa isyarat dengan mengambil hp, lalu ku lakukan seolah menekan keyboard layaknya hp jadul, berharap dia mengerti maksudku dan memberi kode nomornya. Tanpa basa - basi, jari - jemarinya yang kecil mengacungkan kode angka - angka kepadaku, "wow akhirnya dewi fortuna12 [5] telah berpihak kepadaku" batinku. Belum sampai digit ke -12 Bang OJOl menutupi, menjadi tirai sinyal kami, "aah saus tar tar''. Biarpun begitu aku masih bisa menyimpan karena hanya satu digit dari sebelas yang lain belum ku tak tahu. Malamnya, ku mencari angka terakhir itu, di sela - sela ku melayani pelanggan keroncongan.

Jerih payah dan lelahku mencari pundi rupiah tiap senja hingga malam sudah hal biasa namun kali ini berbeda karena aku telah menemukan digit terakhir dari kontak WA wanita itu. Istilah "pulang membawa uang" kurang afdal13mungkin harus disertai "membawa gacoan"14  ",......aaah gak penting lah", yang penting aku berhasil mendapatkan kontaknya.

                                                       ***

Aku      : "Wahai masa lajang dadah lala"

Lajang : "iya dadah, sampai jumpa ku akan datang lagi, berevolusi menjadi "DUDA" dan dunia fantasimu akan mengatakan welcome to duda, you wil become friend to ilham forever"

Aku      : nikah aja belum udah main ancam - ancaman segala dasar anak jaksel.

Percakapanku dengan LAJANG makhluk yang ditakuti para jomlovers.

  Ku membayangkan seperti apa foto profil WA-nya, mungkin foto di cermin mall, pose dua jari atau mungkin minum di cafe. Teryata dugaanku jauh dari ekspetasi Foto profilnya berupa badut layaknya joker face15,seperti badut penghibur anak ulang tahun. Dalam informasi kontaknya ialah WA bisnis berserta MAP seperti WA bisnis pada umumnya. "lho kok badut sih, kalo gak niat ngasih nomor gak usah nomor lain juga kali....aaah", kataku spontan.

Tak disangka ia usil juga ternyata...Astagaaa....gak sekalian aja nomor sedot bansos aja yak..!!!.  Kupikir mungkinkah ada angka lain yang tepat di digit terakhir, tapi itu tidak mungkin karena hanya angka 8 saja yang terkoneksi. Lantas bagaimana ia hafal kontak badut itu, mungkinkah karena ia biasa di halte lalu tak sengaja hafal nomor kontak badut itu di tiang listrik dekat jeruji halte atau memang dia sendiri adalah.....". Aah sudahlah.

                                                               ***

     Benar saja, sore esoknya dia tertawa dan menutupi mulutnya dengan tangan, setelah ia dia melihatku yang menunggu Ojol, seperti biasa. Kubalas dengan senyum pep****nt sambil geleng kepala, menunjukan kesalku padanya. Lalu ku beri kode lagi seperti kemarin. Namun ia masih saja tertawa dan mengayunkan jari telunjuknya ke kanan ke kiri seperti tanda larangan. Ku naikan bibirku dengan sok cuek, dia membalas dengan senyumanya yang indah, lalu melambaikan tanganya, tapi lambaian itu bukan untukku melainkan untuk Driver Ojol yang setia menjemputnya, mengantarkanya ke singgasana istananya.

                                                     ***

Cuaca cerah sepanjang hari ini, ku tak merasa firasat buruk apapun hari ini. Mendirikan tenda angkringan tepat pukul 16.00 seperti biasa, walaupun kadang ku membuka 15.30, tergantung kondisi. Ku menyiapkan segalanya untuk kenyamanan pelanggan setia maupun yang baru mengunjungi. Angkringanku cukup ramai, bahkan lebih ramai dari dukun pijat di samping kanan angkringanku. Tukang pijat disitu cukup terkenal karena ampuh menyembuhkan berbagai penyakit tulang dan masalah hormon kedewasaan seperti ejakulasi....hmm...(mending gak usah gue terusin). Tak luput dari memori ingatan kusiapkan pula karpet bagi mereka yang ingin begadang menikmati gemerlapnya buana, memasang [6]colokan kabel tv, mungkin saja ada breaking news Negeri Wakanda16 tentang OTT (operasi tangkap tikus), artis nyabu17, aksi Pak Tarno memindahkan gedung DPR ke planet atata tiga (ke jahanam kalo bisa), ajang joget malam atau sinetron jamet18 yang setia mengedukasi nan menghibur bagi rakyat pribumi.

 Semua tampak biasa, namun ada janggal dari hari ini. Ku tak menyangka hari ini wanita itu tak muncul lagi di halte. mungkinkah dia absen atau masa magangnya selesai, walau sembenarnya ku tak tahu dia pekerja, magang atau apapun. Padahal hari sabtu minggu sekalipun ia selalu stand by di halte itu setiap sorenya. Cukup kecewa, padahal aku sudah lelah pura - pura keluar masuk mengecek tali, menyiram tanaman di dekat trotoar, membetulkan tali banner dan goyang bareng waria ngamen. Karena tak ada tanda - tanda kemunculanya, aku membuat kalimat di diary-ku19.

"Wahai wanita penunggu halte, jika hati engkau mampu mendengar jeritan kalbuku maka dengarlah. Bahwa aku bukanlah pejabat negeri yang tak pernah lelah pura - pura mengabdi atau aktor film romansa yang menyadiwarakan cinta, maka beritahulah kabarmu melalui irama hembusan angin ini walau satu kata".

Senja demi senja telah memberiku senyuman kebahagiaan, warna kehidupan walau itu hanya sesaat, ibarat matahari yang tenggelam. Indahnya malam mampu menghibur jiwa yang dilanda kerinduan, namun tak mampu mengobati rasa kegalauan. Namun kini matahari itu tak kembali terbit. Betapa sedihnya duniaku tanpa sinarmu, kehangatanmu selalu menyelimuti cuaca dalam kesedihanku. Fajar pun tak memberi tahu kapan kau akan datang lagi.   

Sepertinya sudah saatnya untukku melupakannya, aku harus kembali [7]fokus bisnis angkringan saja. Melayani pelanggan, menerima dan mengirim pesanan, menantang angin badai demi kepuasan pelanggan. Biarlah bisnis membantu move on darinya, mungkin dari bisnis ini aku bertemu malaikat hatiku.                                             

                                                              ***

Seminggu lebih dua hari tanpa kepastian darinya ku mulai terbiasa, walau kadang sedikit memikirkanya. Bekas - bekas noda bucin-ku sudah terhapus. Ku tak lagi lelah karena pura - pura keluar masuk atau memandang halte. Halte yang terlihat cantik beberapa waktu lalu kini terlihat kusam, cat merahnya pun berubah jadi  jingga yang berkarat bak bunglon ber-klamufase20 di kemeja koruptor serta kian lawas. Hanya terlihat para calon penumpang biasa. Tak ada yang menarik lagi dari halte itu.

Wa bisnis angkringanku tak henti - hentinya berdering, satu demi satu order mengubungi. Catatanku juga hanya berisi order-an , tak lagi menulis kalimat puintis ala bujangan.

  "Uncle muthu, teh tarik satu" itulah yang kudengar dari serial udin idin di tv, maklum kadang aku harus mengganti channel tv karena ada anak - anak, sinetron seperti pintu SMP (sekolah masa pacaran) tidak bergizi bagi mereka. Percuma disini makanan ber-vitamin ABCDK, tapi tontonanya ber-vitamin BCDFuck you.

 "Oee mas teh manis satu". Suara wanita yang kudengar, namun telingaku seperti tak asing mendengarnya. Aku menoleh ke sumber suara bak suara gagak hitam itu. Rupanya Sarniti, sopir truk wanita yang biasa berlangganan disini. Hal yang tabu bagi kita mendengarnya, emanisipasi wanita sampai sejauh ini.

Bang Jol salah karyawanku mengatakan ada yang memesan namun lokasi pemesan itu sejauh 5 KM.

"Mas Ilham, ini ada yang pesen tapi kok di petarukan, gimana bang" tanya bang jol.

"Ya udah, bilang aja kita hanya mau nglayanin sampai 1 - 2 kiloan". Jawabku.

 "Tapi ini dering terus mas"

"Yo wes sini biar aku yang ngangkat"

Pemesanya seorang wanita, kutahu dari foto profilnya.

"Halo mbak, maaf disini kami tidak bisa menerima pesanan sejauh lebih dari 2 kilo , sebaiknya yang lain yang dekat dengan lokasi anda mbak, terima kasih" kataku

"Ya halo Mas Badut, ya udah saya gak jadi pesen". Jawabnya.

Setelah mendengarnya, awalnya aku merasa dia pelanggan usil atau memang pernah menikmati makanan disini.

Semua menjadi riuh dalam benak, ketika ku melihat dia mengubah foto profil berupa foto angkringan yang cukup besar, atap seng, gerobak biru samudera hingga nomor WA untuk menerima pesanan dan menu yang terpampang di banner sangat kukenali, yang lebih menonjol adalah angkringan itu bertuliskan " THE BIG ANGKRINGAN PAK BAQI". Sudah tak salah lagi wanita yang membuatku gila setengah mati suri itulah yang memotretnya. Mengentahui wanita itu yang memesan, tanpa berpikir panjang aku lantas telepon balik dan mengambil catatan.

"Lho kok telepon balik mas??". Jawabnya langsung

"Anu mbak kamu mau pesen apa??"

"lhoo katanya tadiii...". Jawabnya balik.

"Ya tadi gak jadi...demi kepuasan pelanggan kami siap ..eem ...apa tadi pesenya". Balasku yang blepotan

"Ouuh gak banyak kok mas, nasi 3 bungkus, sate ayam 10 , Capcay 3, ama bakwan udang 8, dah gitu doang mas"

"Asiiyap mbak, jan lupa share loc. Ya mbak". Jawab diiringi irama detak jantung.

                                                           ***

Saat itu pula aku menyadari nomor yang dia berikan memang benar miliknya, namun ia langsung mengubah informasi kontaknya.

Semua telah siap. Aku siap mengirim pesanan dan ditemani Bang Jol bila terjadi sesuatu nantinya. Ku menuju jalan yang dialamatkan. Tubuh mulai merinding ketika sesampainya di jalan kuncuro no.14, petarukan kab. Pemalang, jalan yang kulihat ini agak sempit, singit serta kelilingi pohon rindang. Kubaca kalimat dzikir, dikhawatirkan ada mbak - mbak kunti menyorakiku bak oppa - oppa korea.

  Mengikuti arahan GPS, dan sampailah di sebuah rumah besar dengan pintu tiga , aksitektur ala rumah zaman 50-an. Setelah ku lihat teryata itu adalah yayasan anak yatim. Sepertinya aku tersesat menggunakan GPS. Seperti di berita tv, banyak sekali pengguna GPS tersesat, walau sekarang trend tersesatnya bukan di kuburan melainkan di sawah. Mungkin suatu saat Film KKN desa penari dilanjutkan bagian ke-2 yakni KKN desa petani. Pagar bak kandang macan bengal mengelilingi depan rumah. Di seberang jalan terdapat lapangan cukup luas, persis seperti yang diarahkan bang google MAP. Suara - suara misterius memataiku seperti hendak membegal.

"Ada apa mas?'', sahut seorang wanita yang mirip Suzana itu

"Ouh saya kira apaan mbak"

Dengan kemeja pink polos, rambut panjang sedikit kusut, maklum bukan duta shampo, penampilanya mengingatku pada wewe gombel yang gagal casting Bulek pink.

"ini dia mbak, pesananya dari angkringan baqi"

"Pesenan apa mas, aku gak pesen angkringan, kamu salah alamat kayaknya"

"Maaf mbak ini alamat kamu bukan?" tanyaku serius.

"Lha emang yang pesen namanya siapa mas?". Aku lantas kebingungan setelah ia malah menanyakan balik.

"Ouh iya yah....sebentar mbak, saya telpon dulu yang pesen".

Betapa dungunya diriku tidak menanyakan nama si wanita usil itu. Lantas ku menelpon wanita itu dengan sigap.

"Halo mbak ini udah di lokasi". Tanyaku

"Lokasi mana? Saya kan disini, di angkringan kamu", jawabnya dengan santai.

"Lho gimana sih mbak. Mbak sengaja ya ngerjain saya ya?", Tanyaku balik dengan sedikit nada tinggi. Aku mulai merasakan ada keanehan dengan kelakuanya.

"Ya udah kasih aja tuh siapa kek, kasih ke anak - anak disitu aja gapapa".

"Mbak jan bercanda lho mbak".

"Daah kasih aja, nanti aku bayarin kok".

"Ok, bener yaa".

Isi kepalaku hanyalah kembali ke angkringan, bertemu dengan wanita itu dan urusan paket pesenan ku serahkan ke Mbak Suzana tadi secara free.

Terdapat pula posklaming di dekat yayasan itu. Markas para pemuda pemudi bangsa yang pengen ndugem namun kendala ongkos. Bagiku posklaming dimana aku sering dijadikan bulan - bulanan warga, mereka main hakim sendiri karena statusku mereka mengeroyoku lewat kalimat tanya yang membuat hatiku terpukul tak berdaya, dan tidak membawaku ke pihak berwajib, KUA. Untung saja aku disibukan dengan dunia malam di angkringan. Entah apa di benaknya, mempermainkanku hingga aku harus mengendarai motor 5 km hingga kembung makan angin mentah.

"He bang Ilham, kau tau apa hikmah hari ini?" tanya bang Jol

"Menanyakan nama sebelum orang pesen", tuturku

"Bukan, tapi pakailah Ojol untuk mengirim order-an", sahutnya

"Kau sendiri namanya Jol, benjol", Ledekiku, karena ku sedikit naik pitam pada wanita itu.

Sesampainya di angkringan, ku langsung membuka empelan dan mencari wanita itu, tapi ternyata sudah tidak ada.

"Emak, tadi liat mbak - mbak kayak ukhti - ukhti gak?". Tanyaku dengan nada bak prajurit perang.

"Ouh iya tadi ada kok, trus titip sesuatu" balasnya

"Nitip nopo toh mak". Tanyaku balik.

"Nanti aja ceritone, pikirno angkringan dulu", tuturnya dengan mengelus dadaku.

Ketika aku hendak menghubungi wanita itu, si Mae melarangku

                                                          ***

Wanita itu menitipkan kotak kacamata pada si Mae untukku, dengan pita mengelubunginya dan di dalamnya terdapat lipatan kertas kuning kecil. Hari ini bukanlah ulang tahunku, entah apa maksudnya ia memberiku bingkisan kado.

"Pandangilah aku seperti biasa dan gunakanlah kacamata ini jangan lupa besok bukalah angkringanmu set 15.30".

Aku semakin bingung, mengapa ia menulis kalimat seperti itu. Ku yakin itu makna tersirat. Sebetulnya ku ingin menge-chat wanita itu tapi ku pikir dia tidak akan membalas. Alhasil aku harus menunggu kepastian makna kalimat itu besok. Kertas itu mengelupas, dan nampak sebuah foto.

       Hatiku rancu dan gundah. Betapa tidak, aku menyasikan sebuah foto dirinya dengan seorang pria, jelas ia suaminya

  Betapa bodohnya diriku selalu menatapnya setiap hari, bahkan harus berpura - pura melakukan yang seharusnya tak perlu ku lakukan. Ku tak pernah membayangkan hal seperti terjadi padaku, rasa malu tak luput dalam benaku. Namun tetap saja aku masih bertanya - tanya, mengapa ia memberiku sebuah kacamata yang dibalut pita dan menyuruhku untuk memandanya lagi. Jika ada klinik khusus gila bucin21,mungkin aku salah satu pasienya dengan status stadium 4.

"Trus mbak itu ngomong apa ama mae?", Tanyaku lirih pada si Mae.

"Dia sembere gusar kalo kamu mandengi trus, akhire gak di halte itu lagi Tapi mae bingung , dia malah nyuruh kamu mandenginya lagi besok", aku hanya bergeming ucapan mae.

Ku berusaha positif thinking, mungkin itu cara dia dengan penuh strategi agar aku tidak syok ketika mengentahui dia menjalani kehidupan kedua. Atau dia berpikir berbicara sehalus apapun dengan secara langsung tetaplah itu cara kejam.

                                                              ***

"Berharap paras senyum palsuku, sore nan indah tetap membalas,             Rahmat tuhan atas keringat ikhtiarku mengalir deras,                                              Parade knalpot pantura tetap menjaga loyalitas,                                                                Angin tetap setia memberi arahan k[8]ompas,                                                   Tuk barisan burung di atas langit nan luas."

Cukup sudah doa ku hari ini tuk menyambutmu dengan kacamata yang kau beri, terima kasih dan maafkanlah aku, membuatmu berpura - pura menjaga perasaanku, walau akhirnya kau sendiri telah mengaku. Semoga masa - masa ini cepat berlalu karena ku tak tahan menahan rasa malu. Ku kan belajar hal ini agar kelak tidak juga terjadi pada anak cucuku.

[9]

Tidak lama ku menunggu, rasa gugup menyertaiku. Wanita itu akhirnya datang bersama pria yang perawakanya sama persis di foto. Mereka duduk bersama dengan agak kepojok kiri sambil kepala ke arah lajur jalan seperti menunggu bang jaket hijau. Seperti yang ia sarankan, ku buka angkringan lebih awal, tidak lupa ku gunakan kacamata itu.

Penglihatanku merasa aneh, objek yang kulihat terasa berbeda. Tak lama berselang wanita mengambil handphone, ku pikir itu untuk memesan OJOL, teryata ia mengubungi lewat videol call. Aku yang tak mengerti apa maksud dan tujuanya. Ku langsung mengangkatnya.

Saat kuangkat betapa terkejutnya diriku melihat jigong mengerikan bak dipompa saat menaiki roller coaster22. Ternyata Hp itu

diserahkan kepada suaminya

 "Gimana bro, anda merasa berbeda", ucapnya yang sok akrab

"Maksudnya apa ya, aku gak ngerti", balasku

"Coba tengok ke sebelah kanan gua tuh"

"Lho kok sama dengan istrimu ya mas, eeh waduh itu...."

"Nah bingung kan , daah gausah bingung, nih gua jelasin dulu,  bini gua cerita ada pria hidung belang yang selalu mengintip. Tapi istri gua tau sebetulnya yang liat seharusnya bukan istri gua, tapi wanita tuuuh samping kanan gua, karena kau tuh...." belum selesai pada titik pembicaraan suaminya, istri lantas mengambilnya. Ku sendiri tak berkutik dengan ucapan suaminya yang seperti pidato kepala sekolah belum digaji

"Mas, maaf ucapan suami saya. Kamu pasti bingung karena selam tidak menyadari kalo selama ini kamu mengalami myopia

"Ouh gitu ya mbk, apa tadi....emm..apa tadi..eee.. mbakpia ya mbak?'

"Dah rabun budek lagi", sahut suaminya yang menyayat hati, ku tak meresponya. Sangat mengheran orang pria setengah kiting bisa mendapatkan wanita super ramah seperti itu.

"Myopia mas, iku rabun jauh istilahnya" tutur wanita itu.

Wanita itu mengatakan ia merasa aneh mengapa ia selalu pandangi terus. Padahal tidak pernah bertemu, namun ia melihat saat ku berpapasan dengan wanita berseragam, menurutnya wanita itulah yang seharusnya ku pandang. Wanita bergamis itu menduga bahwa diriku mengalami myopia. Alhasil ia memberiku bingkisan kado. Di akhir pembicaraan ia mengklaim salah satu pengurus yayasan yang pernah ku kunjungi sebelumnya.

Mereka memilki wajah yang mirip namun karena model kerudungnya yang sama aku tidak bisa membedakan keduanya. "Taik lalat" sebagai penanda pun tertutup oleh hijab mereka. Terlebih aku baru mengentahui jika diriku diagnosa myopia.

Wanita pekerja itu pulang bersamaan ku membuka angkringan, sehingga ku tak memperhatikan, malah wanita lain yang ku kira dirinya. Kalaupun ia masih lajang sepertiku, ku takkan memandanginya lagi.

Efek jones yang hinggap seharusnya ku bisa tahan. Tidak sepatutnya ku memandang sembarang di jalan, membuat orang kekang dan tertekan. Biar urusan gacoan kuserahkan pada tuhan.

                                                     ***

Wanita yang ternyata pengurus yayasan itu kembali pulang lewat halte seperti biasa tanpa didampingi suami. Ku tak lagi memandanginya atau siapapun itu. Kita hidup juga ingin bebas seperti burung

 

"Biarkan semua menjalani kehidupan sebagaimna mestinya tanpa kekangan. karena setiap burung ingin bebas berterbangan bersama kawananya. Biarkan gerombolan burung berterbangan saat matahari terbenam, karena kau akan melihat keindahanya".

                               Terima kasih senja atas Inspirasinya :")

 



1. Kata baku dari jomblo      2. Acara       3. Awan sore

5. Salah satu jenis reklame     6. Pengamatan

7. Peribahasa       8. Penyuka hujan

9. Keberuntungan     10. Nyanyian jawa    11. Spontan

12.  Hoki/keberuntungan   13. Kata baku dari afdol   14. Kekasih atau taruhan  15. Wajah badut

16. Istilah bagi negara yang ditunjukan, biasanya digunakan oleh para kritus.  17. Memgonsumsi sabu (narkoba)

 18. Berlagak keren   19. Catatan harian

20. Kemampuan beradaptasi pada sekitar  

21. Budak cinta

22. Kereta seluncur

Previous Post
Next Post

Unit Pers dan Penerbitan HMCH adalah salah satu unit khusus dalam intern Himpunan Mahasiswa Civics Hukum Jurusan Pendidikan Kewaganegaraan FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia yang bergerak di bidang jurnalistik

0 comments: