NAUNGAN FATAMORGANA
Ditulis oleh Lutfil Hakim
Usia hampir mendekati kepala tiga namun status lajang masih bernaung dalam hidupku. Si Emak yg tak pernah bosan menggerutu soal status Jomlo1. Terlebih ketika event² keluarga, telingaku tak henti - hentinya tersiksa oleh kalimat durjana, suram, sindiran alam atau apapun itu namanya.
"Ilham udah nikah belum, enak lho
nikah itu?". Begitulah kalimat yang
mereka ucap dengan kalimat yang sama, bak pedagang kolak di pasar ngabuburit.
Ku hanya mengelus dada sembari membalas "matamu enak, istri satu saja
sombong?. Mereka tak berkutik ketika ku bertanya " kerja dimana, gaji
berapa, kenapa gak jualan lemonilo aja?".
***
Hari - hari adalah menulis sastra, seperti
prosa , puisi, dan cerpen di kamar. Sisanya kuhabiskan bergadang untuk
berdagang, (jan salah baca lho yaa..) TERLALU!!, kata Kang Sule
ketika menirukan Bang Haji Rhoma. Aku berjualan di pinggir jalan , yaa kali di
tengah jalan, itu bukan cari uang namanya tapi cari mati. Apakah di trotoar???
, tentu tidak, "DOOOSA....." karena itu mencuri hak pejalan kaki baik
manusia, hewan bahkan makhluk tak kasat mata pun punyak hak untuk bergetayangan
di trotoar.
(Makhluk astral di trotoar, kalo di tengah jalan mahkluk aspal :v candaa
yee)
Angkringanku
berada di pinggir pantura sekitaran
Pekalongan yang biasa tempat parkir truk - truk besar. Disini pula aku selalu
mendapatkan ide untuk bahan tulisan, yang biasa kubagikan instagram. Sunset³
indah di kala senja, rintikan hujan dengan iringan panduan suara katak atau
sunyinya malam kadang memanggilku untuk dibuatkan puisi. Hanya tuhan saja yang
belum memanggilku.
***
Bisnis kecil ini merupakan
nyawa bagi ekonomi keluarga kami, berawal dari ayah yang merantau dari
Boyolali. Hanya berbekal resep keluarga. Bisnis jatuh bangun terus ditekuni
hingga seperti WARTEG, walaupun begitu, bapak tetap ingin mempertahankan nama
ANGKRINGAN sekalipun itu menjadi restoran bintang lima. (kalo restoran kaki
lima, bisa lha yaa...). Kini Angkringan itu telah memiliki sebuah warung, 3
gerobak di depanya, serta memiliki 8 karyawan. Setelah lulus SMP ku langsung
membantu si Emak menjalankan bisnis ini karena bapak telah tiada. Aku otomatis
mewarisi usaha ini karena anak satu - satunya. Hal seperti inilah yang ku
syukuri, disaat orang pusing mencari loker aku sudah kerja (pake orang dalem
versi halal) hingga bikin loker.
***
Setiap sore , sembari
menyambut sejuknya angin laut tiba, ku mulai membuka angkringan. Ada hal lain
selain itu, yakni menunggu wanita yang selalu ku rindukan tiap senjanya, dia
biasanya duduk di halte tepat di seberang angkringanku. Namun ku tak tahu siapa
dia atau dari mana dia. Pertama bertemu saat ku membeli gulungan tisu untuk
keperluan angkringan di toko klontong sebelah halte. Ketika ku hendak keluar
dari toko, tanpa tanda peluit atau terompet sangkakala, hanya klakson
telolet om yang berbunyi dari truk mabuk oleng. Wanita itu datang
dengan tiba - tiba bak undangan pernikahan mantan untuk kedua kalinya. Aku dan
dia pun bertabrakan di depan pintu toko. Lantas kami mengambil barang yang
jatuh dan saling bertatapan ala sinetron - sinetron alay..........(ouh gak
lah, amit - amit jabang bayi !!!). Aku membiarkanya ia mengambil gulungan -
gulungan tisu yang berserakan dan menyerahkanya padaku. Begitu ku
melihatnya...ouuh wajahnya dia bak widadari turun dari kahyangan. Saat itulah
aku menyesal, ingin rasanya menjatuhkan gulungan tisu itu sekali lagi agar bisa
mengambil bersamanya... :v. Dilarang nelan ludah sendiri kecuali penulis.
Wajah sawo matang tanpa bekas minyak pertalite di setiap sudut
mukanya yang biasa dipakai cewek zaman now, tidak heran jika
sekarang sudah langka dan mahal. Wajahnya natural namun bening dengan taik
lalatnya di pipi kirinya, walau ukuranya sebesar taik kadal. Hal itu membuatku
lupa bernafas selama sekian detik.
"maaf
ya mas , saya buru - buru" katanya sambil menyerahkan gulungan tisu
"Ouh
gapapa mbak, makasih". Sebuah momen kecil dimana aku merasakan hidup
kembali dari cintaku yang yang mati suri ditinggal rabi⁴.
***
Kemeja putih celana hitam
bahan dipadu hijab yang menyelimuti mahkotanya tampak jelas dari kejauhan.
Kadang aku berpura - pura mengikat batu dengan tali banner 5
[2]angkringan hanya untuk
memandang wanita itu dari kejauhan, atau bila kurang puas, ku membeli sembarang
barang di toko klontong dekat halte itu. Mungkin anda menyebutnya "ngintip"
atau semacamnya, tapi aku lebih suka menyebutnya "observasi" 6.
Napa? protes?...ok lanjut
"Di kala senja , cahaya sunset menyilauakanku sesaat", kalimat yang menggambarkan keadaan saat itu. Sajak demi sajak kutulis dari ide yang mengalir deras dan hanyut dalam coretan diksi berkat mataku yang usil. Angan - angan terus menghantui dalam alam bawah sadar. Hati berharap dia berlangganan di angringanku demi mengobati rasa penasaran terhadap 5W 1H tentangnya hingga menumbuhkan ikatan, mencabut status jomlo beserta akar - akarnya yang masih nyaman berinang dalam hidupku. Tentu ku takkan lagi mendengar suara tuntutan si emak terkait statusku. Namun logika mengatakan bahwa diriku sudah gila "bisa - bisanya jatuh cinta terhadap orang yang baru dilihatnya" bak membangun jembatan tanpa sungai.
"Hei
kenapa toh modar - mandir kayak kincir angin belanda", kata si Emak
terheran - heran karena sikapku.
"Gapapa ini cuma benerin tali mak, mau
lepas nih, balasku dengan sedikit terkejut.
Berharap ibuku tak tahu
apa yang ku lakukan selama ini karena ku enggan membicarakanya dulu. Aku
berusaha mencari informasi tentang wanita itu, karena bagiku dia cukup
misterius karena wanita itu tak jarang mengenakan gamis seperti ukhti - ukhti,
malah mengenakan seragam hanya sesekali kulihat. Namun ku tak tahu harus
bagaimana.
***
"Sedia payung sebelum hujan", salah
satu adagium7 yang sering kita dengar ketika musim penghujan,
musim favorit para pencandu rindu, penghangat di kala sendu. Banyak hal kutulis
dan tak bosan ku melakukanya apalagi menjadi pluviophiles8 merupakan keberuntungan
tersendiri bagiku sebagai penikmat sastra. Banyak ide yang muncul karenanya.
Seperti diriku yang tak bosan memandang bidadari halte itu.
Aku
bagaikan agen rahasia CIA ( cinta itu aneh ) di penghujung gelapnya dunia,
ketika matahari terbenam maka selesai sudah tugasku sebagai mata - mata
Biarpun Hujan rintik - rintik mengantarkan kerinduan bagi sebagian orang tapi beda cerita jika hujan itu lebat membawa angin barat, dianggap bencana dan musimbah namun itu tak berlaku [3]bagiku, justru itu kesempatan untukku. Itu digambarkan saat ku mengambil payung untuknya menuju ke halte.
Mbak e jangan panik" teriakku dengan sedikit panik karena halte itu banyak sekali pohon yang bergoyang di sekitarnya. Namun sebuah angkot telah lebih dulu menghampirinya
"Iya
mas tapi aku dah mau naik angkot" balasnya dengan teriakan.
Entah kenapa hari ini ia
naik angkot. Padahal ia lebih sering naik Abang Ojol, mungkin tergesa - gesa
karena cuaca atau bagaimana. Di trotoar antara dua jalan aku hanya momplong
menganga, seakan mulutku siap menampung seluruh air hujan yang turun. Sebelum
ia masuk angkot, ia sempat memberiku dadah seperti anak kecil yang hendak pergi
pada orang tuanya. Setelahnya aku membalas dengan senyum sumringah. Hari dimana
aku hampir mendapat kartu As namun hoki9 belum pada waktunya,
karena sebelumnya ku telah membuang kes[4]empatan di toko klontong.
Mungkinkah alam telah mengisyaratkan padaku bahwa dia bukan pelabuhan belahan
jiwaku...???. Setelah kejadian itu, momen konyol di hari berikutnya pun muncul.
***
Dia menoleh ke arahku, aku
pun memberanikan diri untuk menyapanya dengan " dadah " namun
setinggi tulang rusuk. Akan dianggap tukang parkir jika setinggi di atas
kepala. Dia hanya terseyum pakem dan menunduk. Aku sangat malu dan kembali
masuk tanpa lagi memedulikanya lagi. Mungkin orang gila yang yang biasa
berkeliaran disini sedikit ada waras - warasnya ketimbang aku.
Hari berikutnya aku kembali melakukanya, dia pun membalasnya dengan melakukan serupa seperti yang kulakulan, bersamaan senyumanya yang manis bagaikan sinden yang nembang tembung jawa macapat10 Balasanya cukup berbeda dari hari kemarin, dia begitu ceria hari ini. Wajah luguku dengan refleks11 mringis - mringis seperti ada tomcat di telapak kakiku. Sebuah ide cermelang pun muncul, aku memberi bahasa isyarat dengan mengambil hp, lalu ku lakukan seolah menekan keyboard layaknya hp jadul, berharap dia mengerti maksudku dan memberi kode nomornya. Tanpa basa - basi, jari - jemarinya yang kecil mengacungkan kode angka - angka kepadaku, "wow akhirnya dewi fortuna12 [5] telah berpihak kepadaku" batinku. Belum sampai digit ke -12 Bang OJOl menutupi, menjadi tirai sinyal kami, "aah saus tar tar''. Biarpun begitu aku masih bisa menyimpan karena hanya satu digit dari sebelas yang lain belum ku tak tahu. Malamnya, ku mencari angka terakhir itu, di sela - sela ku melayani pelanggan keroncongan.
Jerih payah dan lelahku
mencari pundi rupiah tiap senja hingga malam sudah hal biasa namun kali ini
berbeda karena aku telah menemukan digit terakhir dari kontak WA wanita itu.
Istilah "pulang membawa uang" kurang afdal13mungkin harus disertai
"membawa gacoan"14 ",......aaah
gak penting lah", yang penting aku berhasil mendapatkan kontaknya.
***
Aku :
"Wahai masa lajang dadah lala"
Lajang
: "iya dadah, sampai jumpa ku akan datang lagi, berevolusi menjadi
"DUDA" dan dunia fantasimu akan mengatakan welcome to duda, you
wil become friend to ilham forever"
Aku : nikah aja belum udah main ancam - ancaman
segala dasar anak jaksel.
Percakapanku
dengan LAJANG makhluk yang ditakuti para jomlovers.
Ku membayangkan seperti apa foto profil WA-nya, mungkin foto di cermin mall, pose dua jari atau mungkin minum di cafe. Teryata dugaanku jauh dari ekspetasi Foto profilnya berupa badut layaknya joker face15,seperti badut penghibur anak ulang tahun. Dalam informasi kontaknya ialah WA bisnis berserta MAP seperti WA bisnis pada umumnya. "lho kok badut sih, kalo gak niat ngasih nomor gak usah nomor lain juga kali....aaah", kataku spontan.
Tak disangka ia usil juga ternyata...Astagaaa....gak
sekalian aja nomor sedot bansos aja yak..!!!.
Kupikir mungkinkah ada angka lain yang tepat di digit terakhir, tapi itu
tidak mungkin karena hanya angka 8 saja yang terkoneksi. Lantas bagaimana ia
hafal kontak badut itu, mungkinkah karena ia biasa di halte lalu tak sengaja
hafal nomor kontak badut itu di tiang listrik dekat jeruji halte atau memang
dia sendiri adalah.....". Aah sudahlah.
***
Benar saja, sore esoknya dia tertawa dan
menutupi mulutnya dengan tangan, setelah ia dia melihatku yang menunggu Ojol,
seperti biasa. Kubalas dengan senyum pep****nt sambil geleng kepala,
menunjukan kesalku padanya. Lalu ku beri kode lagi seperti kemarin. Namun ia
masih saja tertawa dan mengayunkan jari telunjuknya ke kanan ke kiri seperti
tanda larangan. Ku naikan bibirku dengan sok cuek, dia membalas dengan
senyumanya yang indah, lalu melambaikan tanganya, tapi lambaian itu bukan
untukku melainkan untuk Driver Ojol yang setia menjemputnya,
mengantarkanya ke singgasana istananya.
***
Cuaca cerah sepanjang hari
ini, ku tak merasa firasat buruk apapun hari ini. Mendirikan tenda angkringan
tepat pukul 16.00 seperti biasa, walaupun kadang ku membuka 15.30, tergantung
kondisi. Ku menyiapkan segalanya untuk kenyamanan pelanggan setia maupun yang
baru mengunjungi. Angkringanku cukup ramai, bahkan lebih ramai dari dukun pijat
di samping kanan angkringanku. Tukang pijat disitu cukup terkenal karena
ampuh menyembuhkan berbagai penyakit tulang dan masalah hormon kedewasaan
seperti ejakulasi....hmm...(mending gak usah gue terusin). Tak
luput dari memori ingatan kusiapkan pula karpet bagi mereka yang ingin begadang
menikmati gemerlapnya buana, memasang [6]colokan kabel tv, mungkin
saja ada breaking news Negeri Wakanda16
tentang OTT (operasi tangkap tikus), artis nyabu17,
aksi Pak Tarno memindahkan gedung DPR ke planet atata tiga (ke jahanam
kalo bisa), ajang joget malam atau sinetron jamet18
yang setia mengedukasi nan menghibur bagi rakyat pribumi.
Semua tampak biasa, namun ada janggal dari
hari ini. Ku tak menyangka hari ini wanita itu tak muncul lagi di halte.
mungkinkah dia absen atau masa magangnya selesai, walau sembenarnya ku tak tahu
dia pekerja, magang atau apapun. Padahal hari sabtu minggu sekalipun ia selalu stand
by di halte itu setiap sorenya. Cukup kecewa, padahal aku sudah lelah pura
- pura keluar masuk mengecek tali, menyiram tanaman di dekat trotoar,
membetulkan tali banner dan goyang bareng waria ngamen. Karena
tak ada tanda - tanda kemunculanya, aku membuat kalimat di diary-ku19.
"Wahai wanita penunggu halte, jika hati engkau mampu mendengar
jeritan kalbuku maka dengarlah. Bahwa aku bukanlah pejabat negeri yang tak
pernah lelah pura - pura mengabdi atau aktor film romansa yang menyadiwarakan
cinta, maka beritahulah kabarmu melalui irama hembusan angin ini walau satu
kata".
Senja demi senja telah memberiku senyuman kebahagiaan, warna kehidupan walau itu hanya sesaat, ibarat matahari yang tenggelam. Indahnya malam mampu menghibur jiwa yang dilanda kerinduan, namun tak mampu mengobati rasa kegalauan. Namun kini matahari itu tak kembali terbit. Betapa sedihnya duniaku tanpa sinarmu, kehangatanmu selalu menyelimuti cuaca dalam kesedihanku. Fajar pun tak memberi tahu kapan kau akan datang lagi.
Sepertinya sudah saatnya
untukku melupakannya, aku harus kembali [7]fokus bisnis angkringan
saja. Melayani pelanggan, menerima dan mengirim pesanan, menantang angin
badai demi kepuasan pelanggan. Biarlah bisnis membantu move on darinya,
mungkin dari bisnis ini aku bertemu malaikat hatiku.
***
Seminggu lebih dua hari
tanpa kepastian darinya ku mulai terbiasa, walau kadang sedikit memikirkanya.
Bekas - bekas noda bucin-ku sudah terhapus. Ku tak lagi lelah karena
pura - pura keluar masuk atau memandang halte. Halte yang terlihat cantik
beberapa waktu lalu kini terlihat kusam, cat merahnya pun berubah jadi jingga yang berkarat bak bunglon ber-klamufase20
di kemeja koruptor serta kian lawas. Hanya terlihat para calon penumpang biasa.
Tak ada yang menarik lagi dari halte itu.
Wa
bisnis angkringanku tak henti - hentinya berdering, satu demi satu order mengubungi.
Catatanku juga hanya berisi order-an , tak lagi menulis kalimat puintis
ala bujangan.
"Uncle muthu, teh tarik
satu" itulah yang kudengar dari serial udin idin di tv, maklum kadang aku
harus mengganti channel tv karena ada anak - anak, sinetron seperti pintu SMP
(sekolah masa pacaran) tidak bergizi bagi mereka. Percuma disini makanan
ber-vitamin ABCDK, tapi tontonanya ber-vitamin BCDFuck you.
Bang
Jol salah karyawanku mengatakan ada yang memesan namun lokasi pemesan itu
sejauh 5 KM.
"Mas
Ilham, ini ada yang pesen tapi kok di petarukan, gimana bang" tanya bang
jol.
"Ya
udah, bilang aja kita hanya mau nglayanin sampai 1 - 2 kiloan". Jawabku.
"Tapi ini dering terus mas"
"Yo
wes sini biar aku yang ngangkat"
Pemesanya
seorang wanita, kutahu dari foto profilnya.
"Halo
mbak, maaf disini kami tidak bisa menerima pesanan sejauh lebih dari 2 kilo ,
sebaiknya yang lain yang dekat dengan lokasi anda mbak, terima kasih"
kataku
"Ya
halo Mas Badut, ya udah saya gak jadi pesen". Jawabnya.
Setelah
mendengarnya, awalnya aku merasa dia pelanggan usil atau memang pernah
menikmati makanan disini.
Semua menjadi riuh dalam benak, ketika ku melihat dia mengubah foto profil berupa foto angkringan yang cukup besar, atap seng, gerobak biru samudera hingga nomor WA untuk menerima pesanan dan menu yang terpampang di banner sangat kukenali, yang lebih menonjol adalah angkringan itu bertuliskan " THE BIG ANGKRINGAN PAK BAQI". Sudah tak salah lagi wanita yang membuatku gila setengah mati suri itulah yang memotretnya. Mengentahui wanita itu yang memesan, tanpa berpikir panjang aku lantas telepon balik dan mengambil catatan.
"Lho
kok telepon balik mas??". Jawabnya langsung
"Anu
mbak kamu mau pesen apa??"
"lhoo
katanya tadiii...". Jawabnya balik.
"Ya
tadi gak jadi...demi kepuasan pelanggan kami siap ..eem ...apa tadi
pesenya". Balasku yang blepotan
"Ouuh
gak banyak kok mas, nasi 3 bungkus, sate ayam 10 , Capcay 3, ama bakwan udang
8, dah gitu doang mas"
"Asiiyap
mbak, jan lupa share loc. Ya mbak". Jawab diiringi irama detak jantung.
***
Saat
itu pula aku menyadari nomor yang dia berikan memang benar miliknya, namun ia
langsung mengubah informasi kontaknya.
Semua telah siap. Aku siap
mengirim pesanan dan ditemani Bang Jol bila terjadi sesuatu nantinya. Ku menuju
jalan yang dialamatkan. Tubuh mulai merinding ketika sesampainya di jalan
kuncuro no.14, petarukan kab. Pemalang, jalan yang kulihat ini agak sempit,
singit serta kelilingi pohon rindang. Kubaca kalimat dzikir, dikhawatirkan ada
mbak - mbak kunti menyorakiku bak oppa - oppa korea.
Mengikuti arahan GPS, dan sampailah di sebuah rumah besar dengan pintu tiga , aksitektur ala rumah zaman 50-an. Setelah ku lihat teryata itu adalah yayasan anak yatim. Sepertinya aku tersesat menggunakan GPS. Seperti di berita tv, banyak sekali pengguna GPS tersesat, walau sekarang trend tersesatnya bukan di kuburan melainkan di sawah. Mungkin suatu saat Film KKN desa penari dilanjutkan bagian ke-2 yakni KKN desa petani. Pagar bak kandang macan bengal mengelilingi depan rumah. Di seberang jalan terdapat lapangan cukup luas, persis seperti yang diarahkan bang google MAP. Suara - suara misterius memataiku seperti hendak membegal.
"Ada
apa mas?'', sahut seorang wanita yang mirip Suzana itu
"Ouh
saya kira apaan mbak"
Dengan
kemeja pink polos, rambut panjang sedikit kusut, maklum bukan duta shampo,
penampilanya mengingatku pada wewe gombel yang gagal casting
Bulek pink.
"ini
dia mbak, pesananya dari angkringan baqi"
"Pesenan
apa mas, aku gak pesen angkringan, kamu salah alamat kayaknya"
"Maaf
mbak ini alamat kamu bukan?" tanyaku serius.
"Lha
emang yang pesen namanya siapa mas?". Aku lantas kebingungan setelah ia
malah menanyakan balik.
"Ouh
iya yah....sebentar mbak, saya telpon dulu yang pesen".
Betapa
dungunya diriku tidak menanyakan nama si wanita usil itu. Lantas ku menelpon
wanita itu dengan sigap.
"Halo
mbak ini udah di lokasi". Tanyaku
"Lokasi
mana? Saya kan disini, di angkringan kamu", jawabnya dengan santai.
"Lho gimana sih mbak. Mbak sengaja ya ngerjain saya ya?", Tanyaku balik dengan sedikit nada tinggi. Aku mulai merasakan ada keanehan dengan kelakuanya.
"Ya
udah kasih aja tuh siapa kek, kasih ke anak - anak disitu aja gapapa".
"Mbak
jan bercanda lho mbak".
"Daah
kasih aja, nanti aku bayarin kok".
"Ok,
bener yaa".
Isi kepalaku hanyalah
kembali ke angkringan, bertemu dengan wanita itu dan urusan paket pesenan ku
serahkan ke Mbak Suzana tadi secara free.
Terdapat pula posklaming di dekat yayasan itu. Markas para pemuda pemudi bangsa yang pengen ndugem namun kendala ongkos. Bagiku posklaming dimana aku sering dijadikan bulan - bulanan warga, mereka main hakim sendiri karena statusku mereka mengeroyoku lewat kalimat tanya yang membuat hatiku terpukul tak berdaya, dan tidak membawaku ke pihak berwajib, KUA. Untung saja aku disibukan dengan dunia malam di angkringan. Entah apa di benaknya, mempermainkanku hingga aku harus mengendarai motor 5 km hingga kembung makan angin mentah.
"He
bang Ilham, kau tau apa hikmah hari ini?" tanya bang Jol
"Menanyakan
nama sebelum orang pesen", tuturku
"Bukan,
tapi pakailah Ojol untuk mengirim order-an", sahutnya
"Kau
sendiri namanya Jol, benjol", Ledekiku, karena ku sedikit naik pitam pada
wanita itu.
Sesampainya di angkringan, ku langsung membuka empelan dan mencari wanita itu, tapi ternyata sudah tidak ada.
"Emak,
tadi liat mbak - mbak kayak ukhti - ukhti gak?". Tanyaku dengan nada bak
prajurit perang.
"Ouh
iya tadi ada kok, trus titip sesuatu" balasnya
"Nitip
nopo toh mak". Tanyaku balik.
"Nanti
aja ceritone, pikirno angkringan dulu", tuturnya dengan mengelus dadaku.
Ketika
aku hendak menghubungi wanita itu, si Mae melarangku
***
Wanita itu menitipkan kotak kacamata pada si Mae untukku, dengan pita mengelubunginya dan di dalamnya terdapat lipatan kertas kuning kecil. Hari ini bukanlah ulang tahunku, entah apa maksudnya ia memberiku bingkisan kado.
"Pandangilah aku seperti biasa dan gunakanlah kacamata
ini jangan lupa besok bukalah angkringanmu set 15.30".
Aku semakin bingung,
mengapa ia menulis kalimat seperti itu. Ku yakin itu makna tersirat. Sebetulnya
ku ingin menge-chat wanita itu tapi ku pikir dia tidak akan membalas. Alhasil
aku harus menunggu kepastian makna kalimat itu besok. Kertas itu mengelupas,
dan nampak sebuah foto.
Hatiku rancu dan gundah. Betapa tidak,
aku menyasikan sebuah foto dirinya dengan seorang pria, jelas ia suaminya
Betapa bodohnya diriku selalu menatapnya setiap hari, bahkan harus berpura - pura melakukan yang seharusnya tak perlu ku lakukan. Ku tak pernah membayangkan hal seperti terjadi padaku, rasa malu tak luput dalam benaku. Namun tetap saja aku masih bertanya - tanya, mengapa ia memberiku sebuah kacamata yang dibalut pita dan menyuruhku untuk memandanya lagi. Jika ada klinik khusus gila bucin21,mungkin aku salah satu pasienya dengan status stadium 4.
"Trus
mbak itu ngomong apa ama mae?", Tanyaku lirih pada si Mae.
"Dia
sembere gusar kalo kamu mandengi trus, akhire gak di halte itu lagi Tapi mae
bingung , dia malah nyuruh kamu mandenginya lagi besok", aku hanya
bergeming ucapan mae.
Ku
berusaha positif thinking, mungkin itu cara dia dengan penuh strategi
agar aku tidak syok ketika mengentahui dia menjalani kehidupan kedua. Atau dia
berpikir berbicara sehalus apapun dengan secara langsung tetaplah itu cara
kejam.
***
"Berharap paras senyum palsuku, sore nan indah tetap membalas, Rahmat tuhan atas keringat
ikhtiarku mengalir deras,
Parade knalpot pantura tetap menjaga loyalitas,
Angin tetap setia memberi arahan k[8]ompas,
Tuk barisan burung di atas langit nan luas."
Cukup sudah doa ku hari
ini tuk menyambutmu dengan kacamata yang kau beri, terima kasih dan maafkanlah
aku, membuatmu berpura - pura menjaga perasaanku, walau akhirnya kau sendiri
telah mengaku. Semoga masa - masa ini cepat berlalu karena ku tak tahan menahan
rasa malu. Ku kan belajar hal ini agar kelak tidak juga terjadi pada anak
cucuku.
Tidak lama ku menunggu,
rasa gugup menyertaiku. Wanita itu akhirnya datang bersama pria yang
perawakanya sama persis di foto. Mereka duduk bersama dengan agak kepojok kiri
sambil kepala ke arah lajur jalan seperti menunggu bang jaket hijau. Seperti
yang ia sarankan, ku buka angkringan lebih awal, tidak lupa ku gunakan kacamata
itu.
Penglihatanku merasa aneh,
objek yang kulihat terasa berbeda. Tak lama berselang wanita mengambil
handphone, ku pikir itu untuk memesan OJOL, teryata ia mengubungi lewat
videol call. Aku yang tak mengerti apa maksud dan tujuanya. Ku langsung
mengangkatnya.
Saat
kuangkat betapa terkejutnya diriku melihat jigong mengerikan bak dipompa
saat menaiki roller coaster22. Ternyata Hp itu
diserahkan
kepada suaminya
"Gimana bro, anda merasa
berbeda", ucapnya yang sok akrab
"Maksudnya
apa ya, aku gak ngerti", balasku
"Coba
tengok ke sebelah kanan gua tuh"
"Lho
kok sama dengan istrimu ya mas, eeh waduh itu...."
"Nah
bingung kan , daah gausah bingung, nih gua jelasin dulu, bini gua cerita ada pria hidung belang yang selalu
mengintip. Tapi istri gua tau sebetulnya yang liat seharusnya bukan istri gua,
tapi wanita tuuuh samping kanan gua, karena kau tuh...." belum selesai
pada titik pembicaraan suaminya, istri lantas mengambilnya. Ku sendiri tak
berkutik dengan ucapan suaminya yang seperti pidato kepala sekolah belum digaji
"Mas, maaf ucapan suami saya. Kamu pasti bingung karena selam tidak menyadari kalo selama ini kamu mengalami myopia
"Ouh
gitu ya mbk, apa tadi....emm..apa tadi..eee.. mbakpia ya mbak?'
"Dah
rabun budek lagi", sahut suaminya yang menyayat hati, ku tak meresponya.
Sangat mengheran orang pria setengah kiting bisa mendapatkan wanita super ramah
seperti itu.
"Myopia
mas, iku rabun jauh istilahnya" tutur wanita itu.
Wanita
itu mengatakan ia merasa aneh mengapa ia selalu pandangi terus. Padahal tidak
pernah bertemu, namun ia melihat saat ku berpapasan dengan wanita berseragam,
menurutnya wanita itulah yang seharusnya ku pandang. Wanita bergamis itu
menduga bahwa diriku mengalami myopia. Alhasil ia memberiku bingkisan
kado. Di akhir pembicaraan ia mengklaim salah satu pengurus yayasan yang pernah
ku kunjungi sebelumnya.
Mereka
memilki wajah yang mirip namun karena model kerudungnya yang sama aku tidak
bisa membedakan keduanya. "Taik lalat" sebagai penanda pun tertutup
oleh hijab mereka. Terlebih aku baru mengentahui jika diriku diagnosa myopia.
Wanita
pekerja itu pulang bersamaan ku membuka angkringan, sehingga ku tak
memperhatikan, malah wanita lain yang ku kira dirinya. Kalaupun ia masih lajang
sepertiku, ku takkan memandanginya lagi.
Efek
jones yang hinggap seharusnya ku bisa tahan. Tidak sepatutnya ku memandang
sembarang di jalan, membuat orang kekang dan tertekan. Biar urusan gacoan
kuserahkan pada tuhan.
***
Wanita
yang ternyata pengurus yayasan itu kembali pulang lewat halte seperti biasa
tanpa didampingi suami. Ku tak lagi memandanginya atau siapapun itu. Kita hidup
juga ingin bebas seperti burung
"Biarkan semua menjalani kehidupan sebagaimna mestinya tanpa kekangan. karena setiap burung ingin bebas berterbangan bersama kawananya. Biarkan gerombolan burung berterbangan saat matahari terbenam, karena kau akan melihat keindahanya".
Terima kasih senja atas
Inspirasinya :")
0 comments: