Oleh Agi Rahman Faruq
Mahasiswa S1 Departemen Pendidikan Kewarganegaraan
Sejarah mencatat tanaman kopi berasal dari Abyssina, memasuki abad ke-17 orang-orang Eropa mulai mengembangkan
perkebunan kopi sendiri. Mereka membudidayakanya di daerah jajahanya yang
tersebar di berbagai penjuru bumi. Salah satunya di pulau Jawa. Pada masa itu kopi
dari Jawa sempat menjadi primadona pasar kopi dunia. Kopi Jawa popular dengan
sebutan “Cup of Java”, secara harfiah
artinya”secangkir Jawa”.
Menurut William H. Ukers dalam bukunya All About Coffe (1992) kata “kopi” mulai masuk dalam bahasa Eropa
sekitar tahun 1600-an diadaptasi dari bahasa Arab “Qahwa”. Istilah Kopi tidak langsung dari bahas Arab, tetapi melalui
istilah bahasa Turki “Kahveh”.
Al kisah konon di kota Mocha, Yaman. Hidup seorang tabib sekaligus sufi
yang taat beribadah, bernama Ali bin Omar al Shadhili. Beliau terkenal terkenal
sebagai tabib. Suatu waktu Omar mendapat ujian Fitnah, bahwasanya Omar
beraliansi dengan setan, hingga Omar terusir jauh dari kota.
Dalam pengasingannya di perjalanan Omar berlindung di sebuah gua. Omar
yang merasa lapar menemukan buah beri berwarna merah. Omar memakan buah itu
untuk mengusir rasa laparnya karena rasanya pahit, ia mengolahnya dengan cara
memanggang dan merebusnya. Melotot matanya, ketika ia secara tidak sengaja
meminum air rebusannya karena cita rasa yang membuat Omar mendapat tenaga
ekstra. Dengan seiring waktu kabar itu berhembus kencang dan Omar terkenal
dengan obat barunya, hingga ia diminta
kembali pulang ke kotanya.
Maka dari itu, MAPACH (Mahasiswa Pecinta Alam Civics Hukum) membuat
progam “10 cangkir kopi gratis” setiap
hari Jum’at di lingkungan FPIPS. MAPACH ingin menginject Warga UPI dengan
formula “Mengabdi Pada kemanusian” dan menambah cita rasa FPIPS khususnya
sebagai Fakultas Sosial, lebih Humanity
dan lebih kritis dalam perihal “Kemanusiaan” sebagaimana tertuang pada penghujung bait dan syair Hymne MAPACH
“Pada kemanusiaan”
Kenapa harus perantaranya kopi?. Kopi sudah menjadi rahim di meja orang
Indonesia, menikmati kopi dengan keluarga, sahabat, dan kekasih. Berbincang
habis mencincang kata-kata soal permasalahan dari segi, historis, paradigma
individu, hingga agama. Benar adanya menurut kisah Omar, ada kekuatan ekstra
yang tersimpan disana, yang kita implementasikan menjadi sebuah buah tangan
penyambung hati menuju persaudaraan.
Kita tahu betul histori pahitnya kopi, namun rasa ekstra ditubuh yang
menjadi pengikat magis kebhinekaan. Memang rasa-rasanya ada pembukaan diri
disaat kita menawarkan secangkir kopi kepada orang-orang di lingkungan kita.
Seakan kita diajak untuk membuat tali persaudaraan, memunculkan penghargaan
diri dan pengangkatan derajat seseorang.
Karena sejatinya kopi bukan untuk dinikmati
dalam kesendirian dan keegoisan jiwa. Membuat karat hati kita, hingga kita lupa
dengan orang-orang terdekat kita. Kita hapus kesenjangan sosial di ibu pertiwi
ini dengan secangkir kopi bersama mereka. Jangan biarkan kita bersikap
individualistik absolut.
0 comments: