Wednesday, April 22, 2015

Efektifitas bukan berasal dari Undang-Undang Lalu Lintas

oleh Agus Rendra
          Seiring terus berjalannya perkembangan zaman, penggunaan transportasi khususnya transportasi darat semakin meningkat. Baik itu kendaraan umum ataupun kendaraan pribadi terus mendapatkan pendayagunaan yang optimal dari masyarakat Indonesia. Imbas dari hal itu, terjadi banyak perubahan pada kondisi lalu lintas dan angkutan jalan yang menuntut pemerintah untuk terus aktif mengembangkan potensi dan peran dari penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Oleh karena itu dikeluarkanlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan angkutan jalan. Didalam UU tersebut memuat berbagai hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dari mulai Asas dan Tujuan, Pembinaa, penyelenggaraan, hingga ha l-hal yang meliputi kendaraan serta surat-suratnya pun dijelaskan secara rinci dan sistematis.
            Pemerintah membuat UU No. 22 Tahun 2009 sebagai bentuk usaha mereka untuk memberikan pelayanan yang maksimal demi terwujudnya keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah. Namun kebanyakan masyarakat belum sepenuhnya paham akan usaha pemerintah tersebut. Mereka hanya menganggap hal itu sebagai tulisan pelengkap dokumen negara yang hanya membingungkan mereka dalam berlalu lintas saja. Akibatnya terjadi banyak pelanggaran dalam berlalu lintas yang tidak jarang menimbulkan kecelakaan serta membahayakan keselamatan pengguna lalu lintas lain.
                   Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 ini merupakan produk hukum yang cukup rinci dalam menjelaskan bagaimana prosedur berlalu lintas dan prosedur penggunaan kendaraan yang baik dan benar. Kejelasan UU tersebut cukup layak untuk diberikan kepada masyarakat. Namun implementasi dari kejelasan UU tersebut masih dirasa kurang pada masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan berbagai pasal yang masih saja banyak dilanggar oleh masyarakat. UU tersebut masih belum menuntaskan permasalahan dasar yang ada dalam masyarakat. Seperti contoh pada Pasal 107 ayat (2)yaitu :

·     Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.
              Sangat jelas disebutkan jika pengguna kendaraan sepeda motor diwajibkan untuk menyalakan lampu utama demi keselamatan pengguna sepeda motor itu sendiri. Namun pada kenyataannya masyarakat masih banyak yang melanggar aturan tersebut.
                   Tidak semua pelanggaran tersebut akibat sikap masyarakat yang nakal namun banyak pula pelanggaran tersebut dilakukan masyarakat karena kejengkelan mereka terhadap penilang-penilang jalan yang selalu memanfaatkan momentum pelanggaran untuk mendapat keuntungan bagi perut mereka sendiri. Masyarakat menganggap yang saat ini harus diatasi itu bukan mereka yang melanggar lalu lintas saja, tetapi  juga mereka yang memanfaatkan momen ketidak disiplinan masyarakat untuk meraut keuntungan. Mereka yang menjual surat tilang tanpa proses pengadilan. Disitulah harus ada tindakan pemerintah untuk mengatasi kegiatan oknum-oknum tersebut. Karena hal itu bukan hanya diketahui rakyat indonesia saja, tetapi juga orang-orang mancanegara yang nantinya bisa saja menggoreskan citra yang tidak baik terhadap aparatur negara indonesia dimata dunia. Jangan sampai kehebohan video yang beredar didunia maya tentang pemerasan kepada turis asing dibali oleh polisi lantas setempat terjadi lagi.
                     Banyak hal yang lain menyebabkan masyarakat itu melakukan pelanggaran dan mungkin salah satu dari penyebabnya itu adalah ketidaktahuan masyarakat tentang bagaimana cara berlalu lintas yang baik dan benar. Ketidaktahuan itu diakibatkan karena adanya jalan pintas untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi. Dengan jalan pintas tersebut memungkinkan mereka yang belum paham tatacara mengemudi bisa mendapatkan SIM tanpa lulus ujian. Padahal dalam UU No. 22 Tahun 2009 itu dijelaskan dalam pasal Pasal 81 yaitu :
(1) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, setiap orang harus memenuhi persyaratan usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian.
(5) Syarat lulus ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. ujian teori;
b. ujian praktik; dan/atau
c. ujian keterampilan melalui simulator.
                Dalam masalah ini ada dua pihak yang membuat pasal diatas terabaikan yaitu pihak penerbit SIM dan orang yang menempuh jalan pintas untuk mendapatkan SIM. Itu yang membuktikan bahwa UU tersebut tidak akan efektif jika tidak didasarkan dengan keprofesionalan petugas penyelenggara lalu lintas dan kesadaran masyarakat.
                     UU No. 22 Tahun 2009 ini akan terus tidak efektif jika tidak didukung dengan kesadaran masyarakat dan keprofesionalan petugas penertib pelanggaran lalu lintas. Dibalik banyaknya pasal dalam UU tersebut sebetulnya dibutuhkan dukungan dari berbagai elemen pelaksana hukum itu agar menjadi sebuah produk hukum yang efektif. Hilangkan kata “Jalan Damai” demi tercapainya martabat bangsa yang tinggi, karena ketika martabat bangsa ini tinggi, maka kemajuan tentu mudah untuk diraih.
Previous Post
Next Post

Unit Pers dan Penerbitan HMCH adalah salah satu unit khusus dalam intern Himpunan Mahasiswa Civics Hukum Jurusan Pendidikan Kewaganegaraan FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia yang bergerak di bidang jurnalistik

0 comments: