oleh Ester Venny Augusta
Pendidikan adalah salah satu isu internasional
yang selalu menjadi topik menarik untuk diulas baik oleh para cendekiawan,
politisi, bahkan media massa. Dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah salah
satu sendi penting dalam perkembangan atau kemajuan suatu negara.
Indikator maju atau tidaknya suatu
negara dapat dilihat dari kualitas pendidikan pada negara tersebut. Ketika kualitas pendidikan di suatu negara
dikatakan baik, tentu saja negara tersebut akan secara otomatis memiliki sumber
daya manusia yang baik pula. Sumber daya manusia yang baik dalam artian
memiliki kompetensi untuk bersaing dalam dunia global membuat negara dapat terus berkembang dengan pesat
sehingga membuat negara semakin maju.
Hal ini menjadi menarik
ketika kita melihat begitu banyaknya program yang dibuat untuk memajukan
kualitas pendidikan di semua negara termasuk Indonesia. Namun yang menjadi
pertanyaan saat ini adalah apakah kualitas pendidikan di Indonesia dapat
dikatakan baik? Apakah pendidikan di Indonesia dapat membentuk pribadi-pribadi
anak bangsa yang dapat membuat negara ini semakin maju? Dan apakah sebenarnya
faktor penentu kualitas pendidikan yang baik?
Definisi pendidikan di Indonesia termuat
secara jelas pada UU No. 20 Tahun 2003, yakni Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Definisi tersebut menggambarkan betapa hebatnya pendidikan yang seharusnya
berjalan di Indonesia. Namun pada kenyataannya saya melihat tujuan dari pendidikan yang ada dalam
definisi tersebut belumlah dapat tercapai.
Kualitas
pendidikan di Indonesia terutama pendidikan formal masih jauh dari yang
diharapkan. Sampai saat ini nilai masih saja menjadi tolak ukur kepandaian
peserta didik. Saya telah menyaksikan
betapa banyak peserta didik yang menghalalkan segala cara untuk mencapai nilai
yang telah ditetapkan sebagai syarat kenaikan kelas, ataupun kelulusan. Nilai
seolah menjadi satu-satunya hal yang harus dikejar oleh peserta didik tanpa
memperdulikan ilmu apa yang telah didapatkan dari pendidikan itu sendiri. Lalu
jika seperti ini tidak dapat dipastikan peserta didik yang mendapatkan nilai
baik memiliki kompetensi yang sesuai.
Banyaknya pengangguran di
Indonesia juga menunjukan betapa kualitas pendidikan masih harus banyak
diperbaiki. Banyak sarjana yang telah menyandang gelar masih saja menjadi beban
bagi negara, masih saja sulit untuk bekerja. Ini menunjukan betapa produk
pendidikan kita belumlah siap menghadapi persaingan dunia luar dan globalisasi
yang semakin keras. Banyak orang berkata kemiskinan identik dengan kebodohan
dan saya setuju dengan pernyataan itu. Kemiskinan masih belum dapat diatasi dan
hal ini menurut saya sudah dapat menunjukan kegagalan pendidikan di Indonesia.
Produk pendidikan di Indonesia
belum dapat membentuk anak bangsa yang dapat membantu perkembangan negara. Sebaliknya
malahan membuat negara semakin carut marut. Lulusan lulusan universitas ternama
yang menjadi pejabat pemerintahan ternyata tidak dapat menjadi produk
pendidikan yang dapat dibanggakan, karena ternyata orang-orang yang disebut
“terdidik” itulah yang justru memiskinkan negara ini. Memang tidak semua
seperti itu, namun bila kita mau jujur, tidak banyak orang terdidik yang
menerapkan apa yang dia dapat dari pendidikannya itu. Para sarjana yang masih
menganggurpun seperti tidak mengetahui kemana mereka akan melangkah, seolah
pendidikan yang mereka jalani selama ini berlalu begitu saja.
Pendidikan di Indonesia memaksa
peserta didik mempelajari dan memahami begitu banyak bidnag studi yang
materinya masih abstrak. Ini menimbulkan tekanan pada peserta didik yang
membuat mereka setengah hati menjalani pendidikan formalnya. Tidak ada apapun
yang mereka dapat dari pendidikan yang begitu lama dijalani karena ternyata
pendidikan hanya sebuah formalitas yang tidak dapat menunjukan kompetensi
seseorang yang sebenarnya.
Banyak hal yang menjadi faktor
penentu kualitas pendidikan. Mulai dari sistem pendidikan, sarana dan
prasarana, kualitas pendidik, dan sikap peserta didik. Sistem pendidikan di
Indonesia nyatanya belum dapat berjalan dengan baik, masih terdapat
kecurangan-kecurangan bahkan dalam Ujian Nasional. Sarana dan prasaranapun
masih tidak layak, masih banyak sekolah-sekolah di Indonesia yang atapnya bocor,
bangku keropos, bahkan harus belajar diluar karena sekolah mereka digusur.
Kualitas pendidikpun jauh dari kata memadai, masih banyak guru yang tidak dapat
menghargai, meremehkan bahkan mengajarkan pada siswa bahwa nilai bisa dibeli
dengan uang. Sikap peserta didik juga sungguh memprihatinkan, pendidikan hanya menjadi
sebuah rutinitas tanpa makna, mengalir tanpa tujuan, sekolah hanya agar
mendapat gelar.
Apakah pendidikan yang seperti
ini dapat dikatakan baik? Tidak. Lalu apakah kita harus berhenti sekolah karena
ternyata kualitas pendidikan masih harus dibenahi? Tentu tidak, perlu kesadaran
dari semua pihak untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia termasuk
dari diri kita sendiri. Membangun sikap mau belajar dengan baik, bukan hanya
mengejar nilai dapat kita mulai dari sekarang. Pendidikan bukanlah tentang
seberapa besar nilai yang kita dapat, namun seberapa banyak ilmu yang dapat
kita gunakan untuk membangun lingkungan kita. Perubahan dimulai dari hal yang
terkecil dan paling sederhana, jadi mulailah dari sekarang membenahi pendidikan
dengan membenahi diri kita sendiri terlebih dahulu.
0 comments: