A.S Pratama
Alisyahbana
Don’t judge the
book from the cover, mungkin ungkapan itu cocok
untuk menggambarkan bahwa tidak semua yang terlihat dari luar, sama dengan apa
yang ada didalam, seperti layaknya durian yang berduri dari luar, tapi terdapat
buah manis didalamnya, begitupula yang terjadi pada seseorang, tidak
sepantasnya kita menggunjing seseorang karena tampilannya.
Setiap orang mempunyai cara, kebiasaan dan keinginan
yang berbeda untuk mengeksplorasi atau mengekspresikan apa yang ada dalam
dirinya, para pejabat atau diplomat mengekspresikan dirinya dengan berpakaian
kemeja rapi dan dasi tergantung, seorang ulama mengekspresikan dirinya dengan
memakai sorban atau peci dikepalanya, itu adalah cara mereka mengekspresikan
dirinya kedalam pakaian yang digunakannya, ulama memakai sorban tanpa paksaan
karena mengikuti keinginan hati, begitupula seorang sastrawan atau seniman,
namun kadang luapan hati yang mereka ekspresikan kurang mendapat respon yang
baik, orang-orang mengangap negatif hanya karena tampilan mereka.
Tampilan mereka adalah ekpresi hati mereka, ada filosofi
hidup yang umum dianut oleh para pelaku seni atau sastra klasik, seperti rambut
dibiarkan panjang bahkan terurai, mengekspresikan bahwa mereka tidak akan
membatasi pemikirannya, membiarkan kreatifitas mereka terus mengalir tanpa ada
yang membatasinya, tak jarang orang seperti itu dianggap orang yang tidak baik,
tampilan nyeleneh yang mereka tampilkanpun tak luput dari komentar seperti
ungkapan “seniman itu tak lebih dari orang senewen”, stigma buruk terhadap
orang bebas memang sudah sulit
dihilangkan.
“Hidupnya
berantakan”, kata itupun sering kita dengar
dari kebanyakan orang saat melihat sastrawan atau seniman buhun, padahal itu jauh berbeda dari kenyataan, judge dari
orang-orang itu pernah disentil lewat
lirik lagu The Balagadigdeg yaitu “Kami yang Berantakan tapi Kami yang
Membuktikan, Kami yang dianggap Sampah tapi Kami yang Mengharumkan”, kita coba telaah
makna dari lirik itu, “Kami yang Berantakan tapi Kami yang Membuktikan” adalah
saat mereka dianggap hidup berantakan, mereka mampu membuktikan prestasi,
dilirik kedua pun kita lihat “Kami yang dianggap Sampah tapi Kami yang Mengharumkan”,
hanya karena tampilan mereka yang acak-acakan
mereka sering kali hanya dianggap sampah, padahal kita lihat apa yang dilakukan
sampah-sampah itu untuk Sang Garuda,
mereka mengukir berbagai prestasi dikancah internasional untuk mengharumkan
bangsa Indonesia.
Bicara tentang warga negara yang baik, apa ada
patokan warga negara yang baik harus berambut pendek disisir mengkilap,
berapakaian casual atau lainnya? rasanya
tidak ada, yang paling penting adalah apa yang kita lakukan untuk bangsa dan
negara kita, jangan ragukan tentang nasionalisme dari para seniman dan
sastrawan, kita semua tentu tahu nama Iwan Fals seorang yang berantakan namun memiliki jiwa
nasionalisme yang tinggi, bahkan dikancah dunia dia mendapat julukan “The Hero from Asia”, lihat betapa
membanggakannya hal yang kebanyakan hanya dianggap sampah. Beberapa orang berantakan
yang justru membanggakan dan menjunjung tinggi nasionalisme, selain Iwan Fals,
ada juga Sujiwo Tedjo, Arswendo Atmowiloto, Man Jasad, Pidi Baiq, tak hanya
mereka, kelompok musikpun tak kalah berprestasi dikancah internasional dan
tetap bangga membawa nama Indonesia seperti Slank, Superman Is Dead, GIGI, Shaggydog,
The Sigit dan banyak lagi, tak lupa para pengusung msuik etnik seperti Saratuspersen
dan Karinding Attack.
Orang yang
memandang buruk penjiwa seni karena
tampilan, sejatinya hanya orang munafik yang iri dan tidak mampu membuktikan
diri, sehingga mereka hanya mampu menggunjing dengan hanya melihat sisi buruk
dari seseorang. Kita ada dijurusan PKn, program pendidikan yang mengajarkan
toleransi dan saling menghargai, semoga tidak ada dikotomi atau pandangan buruk
terhadap mahasiswa PKn yang mencintai seni dan mengekspresikannya lewat penampilan.
Ingat pepatah “Dengan Agama hidup menjadi terarah, dengan Ilmu hidup menjadi
mudah dan dengan Seni hidup menjadi Indah”.
0 comments: